Evolusi Masyarakat Kota di Malaysia
Evolusi di kota Malaysia adalah hasil dari sebuah proses yang rumit dari segi sosial, ekonomi, dan politik. Posisi geografis Malaysia merupakan salah satu factor utama dalam pembangunan, dimana Malaysia secara bersamaan adalah sebuah penghalang dan mata rantai antara peradaban India dan Cina, antara masa benua Asia dan Asia Tenggara serta pasifik. Melayu yang relative berpenduduk jarang dan luas daerah yang tak seberapa memang berkapasita produksi lemah.
Jejak-jejak pertama kehidupan kota nampaknya berkembang dengan pengaruh India dan pendirian negra-negara kecil mengambil pola-pola ideology Negara India abad ke-19 sesudah tahun masehi.
Kerajaan Melayu berkembang oleh lintas perdagangan. Malaka yang ditemukan oleh petualang laut Bugis dari dulu sudah menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka antara Sumatera dan Malaya. Malaka berbeda dalam aspek penting dari saingan-saingannya yang di Sumatera dan tempat lain, “Walaupun bandar yang lain di kedua pantai baik Sumatera maupun Semenanjung Melayu didirikan untuk ekspor produk daerah pedalamnya. Malaka karena alasan sejarah dan geografis telah menjadi kota gudang yang kemakmurannya tergantung pada volume perdagangan yang melalui selat. Dasar fundamental Malaka adalah suatu pertukaran hasil-hasil bahan pokok dari Nusantara dengan olahan bahan-bahan pokok dari India.
Urbanisasi dini semenanjung Melayu dengan demikian adalah berkat perdagangan gudang luar negeri. Pusat-pusat kota didasarkan atas produksi pertanian hydrolis tidak pernah berkembang secara berarti. Hanya dengan kebangkitan kapitalisme perniagaan, maka urbanisasi secara sepenuhnya dimulai di Semenanjung Melayu. Malaka dibawah pemerintahan Portugis, dan Belanda dan kemudian Penang dan Singapura di bawah Inggris menjadi bagain dari jaringan perkotan kolonial, yang akhirnya meluas dari Bombay ke Hongkong. Tetapi bahkan ketika itu, sampai pertengahan abad ke-19, Semenanjung Melayu sendiri menghasilkan hanya sedikit untuk perdagangan internasional dibandingkan negara-negar tetangganya. Hanya dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan mentah industrilah, terutama timah, maka baik urbanisasi maupun kolonialisme menjalar ke seluruh Semenanjung Melayu.
Pertengah abad ke-19, Malaka masih kota utama dari Semenanjung Malaka. Baik kota-kota bandar kecil Batu Pahat atau Alor Star di pantai Barat maupun Kuala Trengganu atau kota Bharu di Pantai Timur dapat menandingin penduduk Malaka yang10000 per kilometer persegi atau volume perdagangannya. Dengan di bangunnya Georgetown, Penang, di tahun 1786 dan Singapura di tahun 1819 kemasyhuran Malaka sebagai ‘Emporium daru Timur’ lenyap samasekali untuk selamanya. Tetapi sesudah itu suatu pola dasar telah mulai nampak, yang secara hipotesis akan saya namakan “dua sirkuit urbanisasi di Malaysia”. Apa yang dimaksud “sirkuit kota” adalah suatu sistem pertukaran, dimana modal dalam bebagai bentuknya, termasuk tenga kerja, komoditi dan uang disirkulasikan, dan suatu sistem yang konsonan dari interaksi yang terjadi.
Kedua sirkuit bespusat di kota atau Pekan yaitu Malaka dan Penang. Penang dan Singapura menarik banyak migran pada dari seluruh Asia selama tahun pertamausia kotanya. Sebagian besar penduduk Penang datang dari negara tetangga Kedah dan bahkan dari provinsi- provinsi Selatan Thailand. Cina dan Perak tentunya memegang peran pimpinan dalam pembentukan masyarakat kota yang permulaannya di Penang. Dan seorang Kapitan Cina pertama berpindah dari Thailand ke kolonial Penang.
Namun Singapura banyak sekali menyerap pedagang-pedagang Cina dan pengrajin-pengrajin dari Malaka. Walaupun ada ancaman hukum terhadap migrasi keluar oleh pihak Belanda, banyak orang Cina meninggalkan Malaka untuk tinggal di Singapura. Hubungan dagang dan kekeluargaan antara orang-orang Cina Malaka dan Singapura telah menyediakan sumber-sumber untuk sirkuit Selatan urbanisasi Malaka yang baru timbul dan beserta itu semacam rehabilitasi untuk Malaka.
Tanah penduduk Melayu tahun 1830 harus membagi gelar yang semula di peruntukkan untuk untuk Malaka. Mereka merupakan “kota yang khusus diciptakan untuk barang dagangan”menurut Tome Pires. Walaupun tanaman perkebunan yang ditanam dekat kota memang diperdagangkan dan emas serta timah dalam jumlah kecil dari Semenanjung Melayu. Usaha pergudangan membuka lapangan kerja dan kemakmuran. Bahkan sebelum pemerintahan colonial Melayu resmi berdiri, kedua sirkuit urbanisasi yang berpusat di Georgetown dan Malaka turut aktif dalam meningkatkan industrialisasi Eropa ketika itu. Timah dan perak pada waktu itu dinilai kurang aktif dalam proses urbanisasi. Operasi-operasi pertambangan sebagian besar dibiayai oleh kapitalis-kapitalis Cina dari Tanah penduduk Malaka dan pemilik pertambangan menerima imbalan berupa persentase dari timah yang digali oleh para kuli-kuli saat itu.
Hingga kemudian berkembang dorongan terhadap urbanisasi oleh pertambangan timah dan selanjutnya di tingkatkan oleh diperkenalkannya perkebunan hak milik, mula-mula kopi, kemudian karet dan kopra. Pengusaha Eropa Cina dan India mengorganisasikan tenaga kerja emigran untuk membuka perkebunan dan bersamaan dengan itu merangsang pertumbuhan serentetan kota-kota kecil sebagai pusat pertanian. Leinbach (1974, 1974) juga melihat kepadatan lalu lintas sebagai ukuran perkembangan bahwa jaringan- jaringan lalu lintas juga mencerminkan sirkulasi barang dan manusia antar daerah.
Salah satu ciri khas dari sirkuit perkotaan Selatan, yaitu transfer modal manusia atau pekerja-pekerja dari Malaka ke Kuala Lumpur, hinnga sekarang ini Kuala Lumpur telah lestari menjadi terpenting dalam herarki perkotaan. Arus imigrasi yang deras masih menghubungkan Malaka, Seremban dan Kuala Lumpur, tetapi hilangnya keseimbangan dari arus yang datang dan pergi, menimbulkan pergeseran penduduk yang sangat berarti bagi daerah federal.
Dengan demikian sistem perkotaan Malaysia berakar pada sirkuit Utara dan Selatan Kota, yang merupakan tempat mengalirnya modal penduduk. Hingga melahirkan Nagata, (1974:310) yaitu tidak terdapat kesatuan arah dalam pengaliran modal ataupun migrant dan oskilasi (oscillation).
Faktor faktor pada pasca kolonia malaysia
Urbanisasi sebagai proses demografi antara tahun 1991 dan 1970,terutama desa warsa terakhir urbanisasi malaka,penang dan singapura hingga pertengahan abad kesembilanbalas terutama didasarkan oleh faktor perdangan internasionalini merupakan urbanisasi tanpadaerah perdalaman perkota, adapun beberapa faktornya yaitu sebagai berikut :
1. Biokralisi dan pembangunan kota.
Biokralisasi dan timbulnya pegawai-pegawai sipil serta pejabat-pejabat pemerintah melalui perluasan pelayanan pemerintahbserta berdirinya sejumlah besar cabang-cabang nya yang ditangani oleh pegawai-pegawai sipil sangat fenomenal. Tahun 1961 gabungan birokrasi federal dan pemerintahan 82.132pejabat dan kira-kira 0,9 persen dari keseluruhan penduduk di perkerjakan pemerintah,disamping kedudukan nya sebagai fungsi-fungsi resmi ,yang mencakup administrasi dan jasa terhadap daerah perdalaman , pegawai sipilnampak nya meluaskan aktifitasnya di wilayah perdalaman pula dalam pengertian lain .bahwa banyak pegawai sipil pemerintah telah membeli tanah diluar kota sebagai penanam modal.
2. Indrustrilisasi dan pembangunan kota.
Pertumbuhan produksi industrial selama tahun 1960 dan 19970an ditunjukkan dengan baik di dalam presentase yang meningkat di dalam persentase yang meningkat di sektor pabrik yang disumbangkan kepada hasil kotor domestik.
Terutama dalam bidang industri dan industri permesinan listrik, termasuk pemabrikan komponen-komponen eloktronik dan sub-asembling untuk ekspor,mencatat suatu pertumbuhan yang mantap tiap tahun,sebagian dari pertumbuhan ini adalah berkat “industrilisasi tergantung” dalam daerah-daerah kantong yang dipertahankan oleh perusahan-perusahan multi nasional,terutama di penang dan selangor.kecenderungan ini diperkuat oleh pengeluaran dana pembangunan pemerintah.
3. Perubahan-perubahan dalam ekonomi petani dan dampaknya pada urbanisasi.
Ekonomi malaysia masih ditandai oleh ciri kontribusi barang-barang primer yang tinggi kepada GNP-nya. Ekspor hasil-hasil ini masih menyumbangkan kira-kira separuh dari GDp di tahun 1970.produksi timah karet dan hiasil-hasil kelapa sawit yang menanjak serta kayu dan pengangkutan hasil-hasil ini ke pelabuhan-pelabuhan ekspor tetap masih menambah pertumbuhan pusat-pusat pelayanan kota.tetapi suatu proseslain yang telah mulai sejak tahun 1930an menambah momentum dan dan membentuk proses urbanisasiserta stuktur masyarakat kota dalam tahun-tahun mendatang.
Pertama-tama perubahan-perubahan yang terjadi dalam produksi padi melayu telah mulai merubah urbanisasi,ekonomi perkotaan dan politik serta masyarakat perkotaan , terutama di wilayah-wilayah kelatan , trengganu ,di pantai timur di parles,kedah dan perak utara di timur xlaut malaka ,negeri sembilan di tengah barat malasia.
Pada umum nya perubahan-perubahan dalam perekonomian petani telah memberikan dampak yang beasr pada kota-kota dari jenis pekan dan kota yang telah dikaitkan dengan produksi padi dalam pra-kolonia.
satu aspek lain yang telah menambah bahan-bahan urbanisasi di daerah daerah penghasil padi adalah kemerosotan dan dewasa ini rendahnya produksi bahan makanan pokok.menurut subuah studi tentang desa-desa mengalami panen 3 kali dalam setahun di kedah , hanya 19,6 persen dari rata-rata kesulurahan pemasukan pertanian di tahan untuk konsumsi rumah tangga ,oleh karena itu sistem pemasaran lokal tidak berkembang secara baik di malasia.
Ras dan Kelas : Struktur Masyarakat Perkotaan Malaysia
Tidak ada perubahan mengenai urbanisasi di Malaysia yang lengkap tanpa mengingat aspek-aspek rasialnya, sebagaimana kerusuhan yang sangat tragis terjadi terhadap permassalahan rasial pada tanggal 13 mei 1969 . insiden tragis tersebut telah dianalisa bahwa sebagai sengketa rasial diantara orang-orang melayu, cina , dan slogan ( melayu boleh pulang kampong ). Kerusuhan tersebut merupakan persengketaan antara penghuni-penghuni kota bangsan cina dan migran dari pedesaan bangsa melayu ( Goh 1971 : 21 ). Dibalik terhadap permasalahan dari unsur rasial da nada berbagai unsur lain didalamnya, yaitu berupa kontra social antara penduduk kota dan migran, dan perbedaan ekonomi dan politik antara kelompok-kelompok yang berpenghassilan tinggi dan berpenghassilan rendah.
Kebanyakan studi tentang hubungan-hubungan etnis ( suku bangsa ) dikota Malaysia bertalian dengan masa-masa yang relatif singkat. Terutama tentang studi segregasi tempat pemukiman dengan memakai kategori sensus yang luas daripada orang melayu, cina, india dan lain-lain yang cenderung menekankan stabilitas dan bukannya menekankan perubahan.
“segregsi” dapat dikaitkan sebagai pengertian ruang, namun juga pengetian sosio-ekonomis, politis dan kebudayaan. Indicator yang penting dalam mengukur aspek-aspek ini yaitu berupa keleluasan tempat tinggal, tempat monopolisasi etnis ( pembentukan keluarga multi etnis ), komposisi etnis dari kepemimpinan dan anggota organisasi politi, serta corak asimilasi kebudayaan seperti bahasa, adat istiadat, dan agama.
Ada dua tipe dasar terbentuknya suatu struktur etnis masyarakat perkotaan Malaysia, yaitu :
- Tipe Malaka
Tipe malaka ditandai oleh banyaknya kelompok-kelompok etnis, padatnya kampong-kampung dengan perumahan yang saling berdekatan, angka perkawinan yang tinggi dan tingkat asimilasi yang tinggi. - Tipe Pandu
Tipe pandu ditandai oleh jumlah kelompok-kelompok etnis yang lebih kecil dari pradominasi salah satu kelompok, corak interaksinya terjadi secara minimal, dan kelompok etnis yang paling utama berjumpa di pasar.
Faktor yang sangat penting dalam pembentukan struktur social dalam proses urbanisasi wilayah Malaysia yaitu kelas social ( kelas atas dan kelas bawah ) dan perubahan dalam ekonomi pertanian dan meningkatnya migrasi dari desa ke kota. Adapun wilayah yang merupakan segregasi etnis, tetap ada perbedaan etnis dan terkadang sengketa etnis. Dengan demikian kelas dan etnis merupakan aspek yang penting dalam menerangkan struktur intern dan proses-proses social, ekonomi dan politik dari kota-kota Malaysia. Ada pula segregasi etnis tempat tinggal menunjukkan dan sekaligus menentukan pola-pola interaksi, pemilikan resmi tanah menandakan penguasaan atas wilayah kota dan sumber-sumber alamnya, dan sarana kehidupan ( reproduksi ).
Dari semua tanah di area perkotaan yang pemiliknya dapat di identifikasikan secara etnis (kecuali tanah kepemilikan pemerintah), yaitu 29% dimiliki orang melayu, 61% cina, 9% india, 1% oleh kelompok-kelompok etnis lain. Berdasarkan hasil persentase pemilik tanah tersebut maka ada tekanan yang sangat besar bagi bagsa melayu dan india yang mendorong mereka menjual tanah kepada orang cina. Hal ini mungkin terjadi karena akibat perluasan area kearah tepi kota dan pembangunan usaha tanah perumahann untuk kelompok berpenghasilan menengah.
0 Response to "Evolusi Masyarakat Kota di Malaysia"
Post a Comment