Sosiologi Perkotaan : Perkembangan Masyarakat


Perkembangan masyarakat pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengelompokan (penggolongan) atau klasifikasi tipologi masyarakat. 

Soerjono Soekanto (1984: 49-51) menjelaskan bahwa tahap perkembangan masyarakat Indonesia terdiri atas tiga tahap, yaitu mayarakat sederhana, madya dan pra modern/modern.

Mayarakat Sederhana, Madya dan Pra Modern/ Modern.

Masyarakat Sederhana/Bersahaja.
Masyarakat sederhana adalah masyarakat yang mengalami perkembangan lambat dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
  1. Hubungan dalam keluarga maupun dalam masyarakat sangat erat. 
  2. Organisasi sosial didasarkan pada adat-istiadat yang berbentuk tradisi secara turun-temurun. 
  3. Percaya adanya kekuatan gaib yang memengaruhi kehidupan mereka, tetapi mereka tidak sanggup menghadapi kekuatan telangsung.
  4. Tidak ada lembaga khusus yang mengatur bidang pendidikan dalam masyarakat, tetapi keterampilan yang mereka miliki diperoleh melalui pendidikan luar sekolah dari keluarga maupun masyarakat sendiri secara perlahan-lahan dilakukan secara turun-temurun dengan praktik langsung (sedikit atau tanpa teori). Pengetahuan mereka yang didapatkan bukan hasil pemikiran secara empiris maupun hasil eksperimen, melainkan hasil pengalaman yang kebenaran secara umum diperoleh secara kebetulan. 
  5. Tingkat buta huruf tinggi karena tidak ada pendidikan sekolah yang masuk dalam kehidupan mereka. 
  6. Hukum yang berlaku di masyarakat dapat dipahami dan dimengerti oleh anggotanya yang sudah dewasa.
  7. Kegiatan perekonomian masyarakat sebagian besar dalam bidang produksi yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau sedikit dipasarkan. Harga barang-barang kebutuhan yang dihasilkan masyarakat mempunai nilai terbatas. 
  8. Kegiatan perekonomian dan sosial memerlukan kerja sama yang dilakukan oleh orang banyak dan secara tradisional dengan sistem gotong royong. Hubungan kerja sama dengan sistem ini tanpa adanya hubungan buruh dengan majikan.
Masyarakat Madya.
Masyarakat ini telah mengalami perkembangan dibandingkan dengan masyarakat sederhana, dengan ciri-ciri sebagai berikut.
  1. Hubungan dengan keluarga tetap kuat, tetapi hubungan antaranggota masyarakat mulai mengendur dan mulai didasarkan pada kepentingan untuk memenuhi untung-rugi atas dasar kepentingan ekonomi. 
  2. Adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat masih dihormati, dan masyarakat mulai terbuka dengan adanya pengaruh dari luar. 
  3. Timbulnya pemikiran yang rasional, menyebabkan kepercayaan terhadap kekuatan gaib sudah mulai berkurang, tetapi akan muncul kembali apabila masyarakat sudah kehabisan akal dalam menghadapi masalah yang terdapat di lingkungannya. 
  4. Lembaga-lembaga pendidikan mulai muncul dengan adanya pendidikan dasar dan menengah, tetapi belum tampak adanya pendidikan luar sekolah. 
  5. Karena mulai masuk lembaga pendidikan sekolah, tingkat buta huruf bergerak turun. 
  6. Hukum tertulis dan hukum yang tidak tertulis berdampingan dengan serasi. 
  7. Ekonomi yang berorientasi pasar mulai menambah persaingan di bidang produksi. Hal ini memengaruhi perbedaan struktur sosial dalam masyarakat, sehingga nilai uang memegang peranan penting.
  8. Gotong-royong masih berlaku, tetapi di kalangan keluarga besar atau tetangga-tetangga terdekat, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana untuk kepentingan umum sudah didasarkan pada upah. Nilai komersial sudah diperhitungkan.
Masyarakat Pramodern atau Modern.
Masyarakat ini telah mengalami perkembangan atau mengalami kemajuan karena hubungan dengan masyarakat yang lain telah intensif, banyak menerima informasi dari luar melalui media elektronik, bahkan masyarakat yang bersangkutan sering berusaha di luar wilayahnya, sehingga mengalami perkembangan sejalan dengan perubahan-perubahan yang datang dalam kehidupan mereka. Masyarakat pramodern-modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  1. Hubungan antarmasyarakat didasarkan pada kepentingan pribadi dan kebutuhan-kebutuhan individu. 
  2. Hubungan antarmasyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mepengaruhi, kecuali dalam menjaga rahasia hasil penemuan baru. 
  3. Masyarakat sangat percaya terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi, karena sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahtreraan hidup. 
  4. Masyarakatnya terdiri atas berbagai macam profesi dan keahlian yang dapat ditingkatkan atau dipelajari melalui pendidikan luar sekolah atau pendidikan sekolah kejuruan. 
  5. Tingkat pendidikan sekolah relatif tinggi dan merata. 
  6. Hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum tertulis yang sangat kompleks; dan ekonomi hampir seluruhnya berorientasi pada pasar yang didasarkan kepada penggunaan uang dan alat pembayaran lain (kartu kredit, cek, giro, dan sebagainya).
Masyarakat Primitif (Suku Terasing), Masyarakat Sederhana (Masyarakat Pedesaan), dan Masyarakat Maju (Masyarakat Kota).
Asmuni Syukir (1983: 78) menjelaskan bahwa ditinjau dari peradabannya, masyarakat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu masyarakat primitif (suku terasing), masyarakat sederhana (masyarakat pedesaan), dan masyarakat maju (masyarakat kota).

Masyarakat Primitif (Suku Terasing).
Masyarakat primitif adalah kelompok masyarakat yang masih asli peradaban atau kebudayaannya, artinya kebudayaan yang dimiliki tidak bercampur atau pengaruh dari dunia luar. Masyarakat primitif ini pada umumnya terdapat di daerah pedalaman (pegunungan atau pedesaan). Ciri-ciri masyarakat primitif, yaitu sebagai berikut. 
  1. Isalamet, terasing dari dunia luar. Pengaruh dari luar sangat sedikit sehingga jalan hidup mereka statis tidak ada kemajuan. Hidup menggantungkan diri dengan alam, mereka menerima apa adanya baik menguntungkan maupun merugikan tanpa ada usaha untuk mengatasinya atau untuk mengolahnya (pengembangan dengan baik). 
  2. Konservatif. Akibat adanya kebergantungan pada alam dan isalamet, kebudayaan atau peradabannya berkembang lamban sekali. Dengan kata lain, mereka selalu melestarikan kebudayaan yang mereka miliki tanpa ada pengembangan (statis). 
  3. Kurang deferensiasi (pembagian atau pemisahan). Masyarakat primitif sukar membedakan antaramasalah satu dan masalah yang lain, sehingga mencampuradukan antara satu dan lainnya, seperti urusan agama, ekonomi, kesehatan, pemerintahan dan sebagainya. 
Adapun sifat-sifat masyarakat primitif adalah sebagai berikut.
  1. Rasa solidaritas yang tinggi. Masyarakat primitif pada umumnya memiliki peraturan yang tidak tertulis, tetapi selalu taat pada peraturan yang ada, bahkan menjadikannya sebagai adatistiadat atau budaya. Dengan keadaan seperti itu, masyarakat primitif memiliki sifat setia kawan (solidaritas) yang kuat dan tinggi. 
  2. Uniformitas anggota masyarakat sangat besar. Tradisi yang sangat sulit diubah. Kelompok masyarakatnya banyak memiliki persamaan antaranggota, baik yang bersifat materian maupun koherian ideologi. Maksudnya, masyarakat primitif senantiasa memiliki persamaan pemikiran dan secara materi atau benda. 
  3. Hak milik perseorangan tidak tampak. Tradisi gotong royong masyarakat primitif sangat kuat. Mereka yang kaya membantu anggota yang miskin sehingga di antara anggota yang satu dengan yang lainnya tidak ada perbedaan mencolok (Asmuni Syukir, 1983: 80-82).
Masyarakat Sederhana (Masyarakat Pedesaan).
Masyarakat desa adalah masyarakat community (masyarakat setempat) artinya suatu kelompok teritoral yang menyelenggarakan kegiatan hidup di suatu wilayah sesuai dengan tingkat peradabannya. Karakteristik masyarakat desa adalah sebagai berikut.
  1. Pola hidup masyarakat desa erat hubungannya dengan alam. Mata pencahariannya bergantung pada alam, hidup sederhana, rukun, dan gotong royong. 
  2. Masyarakat religius/ animisme/ dinamisme. Masyarakat desa masih sangat patuh terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. Masyarakat desa sebagian besar masih bertautan dengan adat-istiadat, kaidah kuno, benda-benda gaib atau magis dan mereka tidak pernah meninggalkan ritualnya karena takut akan sanksi atau hukuman. Hal ini diturunkan dari generasi ke generasi sehingga sampai batas waktu yang tidak tentu akan terus mengakar.
  3. Mata pencaharian sebagian besar hidup dengan mata pencaharian agraris. Mereka yang pemberani merantau ke kota besar untuk mencari nafkah. Hal ini didorong oleh adanya keinginan untuk mengubah nasib ke arah yang lebih baik serta meningkatkan status mereka dalam masyarakat secara ekonomi.
Masyarakat Maju (Masyarakat Kota).
Masyarakat kota sebagai community juga merupakan masyarakat society. Pada masyarakat kota, anggota-anggotanya berpisah-pisah, saling tidak kenal, dan lebih terikat kontak kekeluargaan, hubungannya serba lugas, lepas dari pribadi dan sentimen serta ikatan tradisi dengan tanpa kepemimpinan mapan. Ciri-ciri masyarakat kota adalah sebagai berikut. 
  1. Heterogenitas sosial. Dampak kepadatan penduduk kota, maka timbul beberapa persaingan dalam kehidupannya baik perumahan, ekonomi, politik, status sosial, dan lain-lain. Hubungan sekunder. Hubungan kemasyarakatan hanya sangat terbatas pada bidang hidup tertentu sehingga banyak ahli sosiologi mengatakan bahwa masyarakat kota memiliki hubungan sekunder. 
  2. Toleransi sosial. Letak geografis kota mengakibatkan masyarakat kota tidak memedulikan tingkah laku pribadi sesamanya asal tidak merugikan bagi kepentingan umum. 
  3. Kontrol (pengawasan sekunder). Masyarakat kota secara fisik berdekatan, tetapi secara sosial justru berjauhan dan kadangkadang dapat berdekatan bila ada acara khusus (tertentu) misalnya pesta ulang tahun. 
  4. Mobilitas sosial. Masyarakat kota sangat ambisi untuk meningkatkan status sosialnya, untuk meningkatkan status masyarakat segalanya diprofesionalkan sebab melalui profesinya, seseorang dapat naik statusnya. 
  5. Ikatan sukarela. Masyarakat kota secara sukarela menggabungkan dirinya pada suatu perkumpulan (organisasi) yang disukainya, walaupun sebagian organisasi memropagandakan organisasinya untuk mencari anggota, yang terpenting adalah masyarakat kota masih juga mengutamakan perkumpulan (hubungan) dengan orang lain, meskipun hanya terbatas pada hubungan organisasi saja.
  6. Karakteristik (ciri khas). Karakteristik yang mencolok dari masyarakat adalah bersifat individualistik. Ini mungkin disebabkan oleh lingkungan yang serba bersaing dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi dalam beragam aspek. 
  7. Segresi atau keruangan (spatial segretion). Persaingan tersebut menimbulkan pola pemisahan (segregasi) ruang, baik berdasarkan suku maupun penghidupannya, meskipun ada sebagian wilayah kaum pendatang. Selain itu, masyarakat kota sangat terpengaruh pola pikir rasional dan arus sekulerisasi (Asmuni Syukir, 1983: 90)
Sumber : Buku Sosiologi Perkotaan, Karya Dr. Adon Nasrullah Kamaluddin, M.Ag.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sosiologi Perkotaan : Perkembangan Masyarakat"

Post a Comment