Sosiologi Perkotaan : Alasan Manusia Hidup Bermasyarakat
Mengapa Manusia Hidup Bermasyarakat?
Ibnu Khaldun memberikan alasan bahwa manusia hidup secara bersama karena tiga alasan, yaitu alasan ekonomi, alasan keamanan, dan alasan otoritas. Adapun Murtadha Mutahari (1995: 15-19) menjelaskan teori tentang mengapa manusia ingin hidup secara bersama, yaitu sebagai berikut.
- Manusia bersifat kemasyarakatan. Menurut teori ini, kehidupan manusia bersifat kemasyarakatan. Artinya, secara fitri ia bersifat kemasyarakatan. Kehidupan bermasyarakat manusia sama dengan kerekanan seorang pria dan seorang wanita dalam kehidupan berumah tangga. Masing-masing merupakan bagian dari suatu keseluruhan, dan masing-masing bersifat ingin bersatu dengan keseluruhan itu. Oleh karena itu, menurut teori ini, kebutuhan, keuntungan, kepuasan, karya dan kegiatan manusia pada hakikatnya bersifat kemasyarakatan, dan sistem kemasyarakatan akan tetap maujud selama ada pembagian kerja, pembagian keuntungan, dan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya. Pada sisi lain, idealisme manusia serta khas lainnya yang menguasai manusia dengan memberi mereka suatu rasa kesatuan dan kebersamaan.
- Manusia terpaksa bermasyarakat. Menurut teori ini, kehidupan bermasyarakat ibarat kerja sama, seperti suatu fakta antara dua negara yang tidak mampu mempertahankan diri terhadap musuh, sehingga terpaksa membuat suatu persetujuan kerja sama.
- Manusia bermasyarakat berdasarkan pilihannya. Menurut teori ini, kehidupan bermasyarakat serupa dengan persekutuan dua orang bermodal yang membentuk suatu badan usaha untuk memperoleh keuntungan lebih besar.
Dari ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori pertama, faktor utamanya adalah melekat pada fitrah manusia itu sendiri; pada teori kedua, faktor utamanya adalah sesuatu yang berada di luar dan lepas dari manusia, sedangkan pada teori ketiga, faktor utamanya adalah kemampuan akal dan kemampuan memperhitungkan manusia.
Faktor Pembentuk (Unsur-unsur) Masyarakat
Secara umum, Soerjono Soekanto (2004;24-25) menjelaskan bahwa masyarakat terdiri atas beberapa unsur sebagai faktor pembentuk masyarakat, yaitu sebagai berikut.
Manusia Hidup secara Bersama
Kehidupan bersama ditandai dengan hidup secara berkelompok, dalam wilayah atau tempat yang sama dan bersatu serta saling melindungi dan memelihara agar terjalin dan terjaga kebersamaan di antara mereka secara permanen. Kebersamaan adalah fitrah manusia. Sebab eksistensi manusia akan bisa dibangun serta memiliki kekuatan apabila ada kesatuan di antara mereka. Sebaliknya, kesendirian manusia adalah kehancuran bagi keberadaan dirinya sebab diri manusia adalah kumpulan potensi yang harus dikembangkan dan ditumbuhkan di tengah-tengah kumpulan manusia lain. Dengan kesendirian, potensi itu akan mati dengan sendirinya. Dengan demikian, manusia tidak dapat hidup dengan menyendiri. Sebagaimana dijelaskan Hasan Shadily (1993: 51-56) bahwa manusia memiliki ciri hakikatnya di antaranya:
- memiliki hasrat yang berdasarkan naluri (kehendak biologis yang ada di luar penguasaan akal) untuk mencari teman hidup;
- kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama;
- Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup bergolongan;
- Bergeson berpendapat bahwa manusia hidup bersama bukan karena persamaan, melainkan karena perbedaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya.
Bercampur dalam Waktu yang Cukup Lama
Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa masyarakat adalah kumpulan individu manusia yang dapat hidup secara bersama, dan proses menjadi kesatuan manusia membutuhkan waktu yang cukup lama. Salah satunya diawali tumbuhnya keluarga-keluarga. Oleh karena itu, keluarga dianggap sebagai satuan masyarakat primer atau unsur utama. Dari unsur utama atau masyarakat primer, muncul satuan-satuan masyarakat yang lebih kompleks, di antaranya masyarakat lokal, masyarakat nasional, dan masyarakat internasional (masyarakat dunia).
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan masyarakat. Dari keluarga tersebut, berkembangnya keluarga lainnya, yang lambat laun dalam waktu yang cukup lama akan terbentuk sebuah masyarakat. J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (2007: 227) menambahkan bahwa keluarga adalah lembaga sosial dasar tempat semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang.
Proses pembentukan masyarakat dari keluarga-keluarga ini tidak sebentar, tetapi membutuhkan waktu dan ruang yang lama. Diawali dengan keluarga batih (nuclear family), yaitu kelompok yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga sendiri. Keluarga batih ini dikatakan sebagai unit pergaulan hidup yang terkecil dalam masyarakat (Soerjono Soekanto, 1990: 22). Keluarga model ini disebut juga keluarga konjugal, yaitu keluarga yang terdiri atas pasangan suami istri dan anak-anaknya.
Menurut Soerjono Soekanto (1990: 23), keluarga batih mempunyai peranan tertentu, yaitu:
- pelindung bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, dan ketentraman dan ketertiban diperoleh dalam wadah tersebut. Keluarga batih merupakan unit sosial-ekonomis yang secara materil memenuhi kebutuhan anggotanya;
- menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah-kaidah pergaulan hidup;
- tempat manusia mengalami proses sosialisasi awal, yaitu proses manusia mempelajari dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Lambat laun, proses keluarga batih semakin besar sehingga terbentuklah keluarga luas (extended family), yaitu keluarga batih ditambah keluarga lain (hasil perkawinan anak-anaknya) atau kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan. Keluarga luas ini ditemukan di desa-desa dan bukan pada daerah industri. Kehidupan masyarakat desa kebanyakan adalah keluarga, sanak kerabat, atau famili sehingga kekerabatan di desa sangat kuat dan terpelihara karena didasarkan pada persaudaraan yang sedarah dan sama. Keluarga luas ini akhirnya membentuk satuan atau kelompok besar dalam suatu tempat yang membentuk satuan masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat adalah kumpulan individu manusia yang saling berinteraksi dan saling membutuhkan serta hidup dalam suatu tempat dengan kurun waktu yang lama. Hanya, setiap masyarakat tidak memiliki data historis yang utuh yang merekam sejarah pertumbuhan dan perkembangan mereka sehingga setiap kali memotret kehidupan masyarakat tersebut, kita sering kehilangan sejarahnya. Akan tetapi, bagi masyarakat yang dianggap tradisional dan menjadi objek wisata, data historis dibuat sedemikian rupa untuk melengkapi kunjungan para wisatawan dalam melihat sejarah masyarakat tradisonal tersebut.
Satu Kesatuan
Sebagai social animal, manusia mempunyai naluri hidup untuk berkawan atau disebut juga gregariuosness (Soerjono Soekanto, 2004: 25). Keinginan hidup bersama dan berkelompok dibangun dalam rangka menjaga kesatuan dan keutuhan di antara mereka. Untuk keutuhan kelompoknya, manusia senantiasa menghindari pertikaian atau permusuhan di antara sesama.
Bagaimana pun, sikap kesadaran menjaga keutuhan kelompoknya menjadi naluri yang kuat dalam diri manusia, sebagaimana dijelaskan oleh Soerjono Soekanto (2004: 25), yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau manusia lain (misalnya masyarakat); dan keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam sekelilingnya. Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungannya, baik lingkungan sosial dan lingkungan alam, manusia senantiasa menggunakan pikiran, perasaan, serta kehendaknya secara baik.
Sistem Hidup Bersama
Inilah keunikan sebuah masyarakat. Kesadaran akan kesatuan kelompoknya serta untuk menjaga keutuhan kelompoknya, dibuatlah sebuah sistem hidup bersama. Biasanya sistem hidup berupa nilainilai dan norma yang disepakati secara bersama untuk menjadi patokan bagi berperilaku dalam masyarakat. Sistem hidup dibangun untuk mewujudkan pelbagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, agar masyarakat dapat hidup terus. Di antara berbagai kebutuhan hidup itu, seperti sistem hukum (nilai dan norma), sistem komunikasi, sistem produksi, sistem distribusi, sistem organisasi sosial, sistem pengendalian sosial, serta perlindungan warga masyarakat terhadap ancaman-ancaman yang tertuju pada jiwa dan harta bendanya (Soerjono Soekanto, 2004: 26).
Sumber : Buku Sosiologi Perkotaan, Karya Dr. Adon Nasrullah Kamaluddin, M.Ag.
0 Response to "Sosiologi Perkotaan : Alasan Manusia Hidup Bermasyarakat"
Post a Comment