Teori Konsumsi Jean P Baudrillard
“I think therefore I am - aku berpikir, maka aku ada” adalah ungkapan filosofis yang dipopulerkan oleh Rene Descartes & sempat menjadi jiwa dari masa beberapa dekade lalu, kini pernyataan tersebut seakan terlupakan & hilang maknanya seiring dengan kenyataan sosial yang juga berkembang sedemikian pesat. “I shop therefore I am - aku berbelanja, maka aku ada”. Ungkapan inilah yang akhirnya menjadi slogan populer yang dianggap mampu merefleksikan hasrat berkonsumsi masyarakat.
Jean Baudrillard merupakan seorang teoritisi postmodernis dan sosiolog asal Perancis, Baudrillard menjelaskan konsep dasar tentang konsumsi dengan menghubungkannya dengan kapitalisme global dan media massa yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda untuk dikonsumsi oleh masyarakat konsumen.
Baudrillard (1998 : 32) menyatakan, situasi masyarakat kontemporer dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor konsumsi. Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan atas kebutuhan-kebutuhannya.
Baudrillard (Nanang, 2012 : 134), rasionalitas konsumsi dalam sistem masyarakat konsumen telah jauh berubah, karena saat ini masyarakat membeli barang bukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan (needs) namun lebih sebagai pemenuhan hasrat (desire).
Masyarakat konsumsi akan ”membeli” simbol-simbol yang melekat pada suatu objek, sehingga objek-objek konsumsi banyak yang terkikis nilai guna dan nilai tukarnya. Nilai simbolis kemudian menjadi sebuah komoditas. Untuk menjadi objek konsumsi, suatu objek harus menjadi tanda (sign), karena hanya dengan cara demikian, objek tersebut dapat dipersonalisasi dan dapat di konsumsi.
Teori konsumsi Baudrillard, mengatakan bahwa masyarakat konsumeris pada masa sekarang tidak didasarkan kepada kelasnya tetapi pada kemampuan konsumsinya. Siapapun bisa menjadi bagian dari kelompok apapun jika sanggup mengikuti pola konsumsi kelompok tersebut. Konsumsi menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda, dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan menjadi tanda.
Inti teori Baudrillard adalah memperdebatkan makna dengan realita, melihat realitas kontemporer kemudian merefleksikan masa depan dengan memberi peringatan dini tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang jika kecenderungan realitas kontemporer hari ini terus berlanjut. Menurut analisis Baudrillard, globalisasi telah menyebabkan masyarakat perkotaan menjadi satu model global yang berperilaku “seragam”. Keseragaman ini disebabkan karena pengaruh media yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda dalam setiap kehidupan. Hal tersebut berakibat pada pergeseran pola pikir dan logika konsumsi masyarakat.
Menurut teori Baudrillard, kini logika konsumsi masyarakat bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan hadir nilai baru yang disebut “symbolic value”. Maksudnya, orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan nilai tukar atau nilai guna, melainkan karena nilai tanda / simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi. Hal ini disebabkan karena beberapa bagian dari tawaran iklan justru menafikan kebutuhan konsumen akan keunggulan produk, melainkan dengan menyerang rasa sombong tersembunyi dalam diri manusia, produk ditawarkan sebagai simbol prestise & gaya hidup mewah yang menumbuhkan rasa bangga yang klise dalam diri pemakainya.
Dari sinilah terjadi percampuran antara kenyataan dengan simulasi dan menciptakan hiperrealitas di tengah masyarakat, dimana yang nyata dan tidak nyata menjadi tidak jelas. Media secara perlahan membuat masyarakat jauh dari kenyataan, kemudian masyarakat secara tidak sadar akan terpengaruh oleh simulasi dan tanda (simulacra) yang ada di tengah-tengah kehidupan mereka. Periode simulasi adalah ketika terdapat hal yang nyata dan tidak nyata. Hal yang nyata diperlihatkan melalui model konseptual yang berhubungan dengan mitos, yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Segala sesuatu yang menarik perhatian masyarakat konsumen (seperti seni ataupun kebutuhan sekunder) ditayangkan media dalam bentuk dan model-model yang ideal.
Baudrillard menyimpulkan bahwa keadaan yang terjadi dalam masyarakat konsumer terkait pada kondisi terkendali yang diatur oleh para pemilik modal. Sistem kendali yang digunakan adalah dengan kampanye besar-besaran menyangkut gaya hidup dan prestise. Pengkondisian masyarakat dunia dalam keadaan seperti ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk memasarkan produk seluas-luasnya ke seluruh dunia, sehingga mereka mampu membuat banyak orang bekerja keras demi membeli barang-barang tak masuk akal, namun memberi prestige dan simbol status sosial yang memiliki makna tersendiri bagi kehidupan subjek yang bersangkutan.
Hal tersebut merupakan bentuk simulasi dari masyarakat konsumsi yang diartikan sebagai “objek palsu”. Dengan kata lain, kini masyarakat tanpa sadar telah menganut ideologi baru, sebuah ideologi yang mengarahkan masyarakat untuk berlomba-lomba mengonsumsi kehampaan.
Menurut teori Baudrillard, kini logika konsumsi masyarakat bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan hadir nilai baru yang disebut “symbolic value”. Maksudnya, orang tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan nilai tukar atau nilai guna, melainkan karena nilai tanda / simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi. Hal ini disebabkan karena beberapa bagian dari tawaran iklan justru menafikan kebutuhan konsumen akan keunggulan produk, melainkan dengan menyerang rasa sombong tersembunyi dalam diri manusia, produk ditawarkan sebagai simbol prestise & gaya hidup mewah yang menumbuhkan rasa bangga yang klise dalam diri pemakainya.
Dari sinilah terjadi percampuran antara kenyataan dengan simulasi dan menciptakan hiperrealitas di tengah masyarakat, dimana yang nyata dan tidak nyata menjadi tidak jelas. Media secara perlahan membuat masyarakat jauh dari kenyataan, kemudian masyarakat secara tidak sadar akan terpengaruh oleh simulasi dan tanda (simulacra) yang ada di tengah-tengah kehidupan mereka. Periode simulasi adalah ketika terdapat hal yang nyata dan tidak nyata. Hal yang nyata diperlihatkan melalui model konseptual yang berhubungan dengan mitos, yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Segala sesuatu yang menarik perhatian masyarakat konsumen (seperti seni ataupun kebutuhan sekunder) ditayangkan media dalam bentuk dan model-model yang ideal.
Baudrillard menyimpulkan bahwa keadaan yang terjadi dalam masyarakat konsumer terkait pada kondisi terkendali yang diatur oleh para pemilik modal. Sistem kendali yang digunakan adalah dengan kampanye besar-besaran menyangkut gaya hidup dan prestise. Pengkondisian masyarakat dunia dalam keadaan seperti ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk memasarkan produk seluas-luasnya ke seluruh dunia, sehingga mereka mampu membuat banyak orang bekerja keras demi membeli barang-barang tak masuk akal, namun memberi prestige dan simbol status sosial yang memiliki makna tersendiri bagi kehidupan subjek yang bersangkutan.
Hal tersebut merupakan bentuk simulasi dari masyarakat konsumsi yang diartikan sebagai “objek palsu”. Dengan kata lain, kini masyarakat tanpa sadar telah menganut ideologi baru, sebuah ideologi yang mengarahkan masyarakat untuk berlomba-lomba mengonsumsi kehampaan.
0 Response to "Teori Konsumsi Jean P Baudrillard"
Post a Comment