Inikah Kapitalisme? Memahami Kapitalisme dalam Kapitalisme Global
Thursday, 7 November 2019
globalisasi,
ilmu sosial,
kapital,
kapitalisme,
Kapitalisme Global,
sosiologi ekonomi
Edit
INILAH KAPITALISME: Memahami kapitalisme dalam Konsep Kapitalisme Global
Pertumbuhan kemakmuran dunia bukanlah suatu “mukjizat” atau istilah apapun yang biasa kita gunakan untuk menyebut keberhasilan suatu negara di bidang ekonomi dan sosial. Sekolah tidak didirikan oleh nasib mujur. Begitu pula halnya dengan penghasilan; kita tidak mendapatkannya ibarat memeroleh durian runtuh. Hal-hal semacam ini terjadi ketika orang mulai memikirkan cara-cara
baru dan berusaha keras untuk mewujudkan gagasan-gagasannya.
baru dan berusaha keras untuk mewujudkan gagasan-gagasannya.
filsuf Cina Lao Tzu lebih dari dua setengah milenium yang silam mengatakan: “Semakin banyak aturan disahkan, semakin banyak pencuri dan bandit yang muncul.”
Namun, hal-hal tersebut telah dilakukan orang di mana-mana, dan tidak ada alasan untuk menganggap bahwa orang-orang tertentu di suatu tempat dan kurun tertentu secara intrinsik lebih pintar dan lebih mampu daripada orang-orang lain. Yang membedakan adalah apakah lingkungan sekitar memungkinkan dan mendukung gagasan dan upaya tersebut, atau justru menghalanginya. Itu tergantung pada apakah orang dapat bebas menjelajahi jalan di depannya, memiliki harta benda, menanamkan modal untuk jangka panjang, mengatur dan mengesahkan perjanjian bisnis, dan berdagang dengan pihak lain. Singkatnya, itu bergantung pada apakah negara tersebut menerapkan kapitalisme atau tidak. Di bagian dunia yang makmur selama beberapa abad kita telah menerapkan kapitalisme dalam satu bentuk tertentu atau lainnya. Itulah caranya bagaimana negara-negara Barat menjadi “bagian dunia yang makmur”. Kapitalisme memberi masyarakat kebebasan sekaligus insentif untuk mencipta, memproduksi dan menjual barang, sehingga menciptakan kemakmuran.
Selama dua dekade terakhir, sistem ini telah menyebar ke seluruh pelosok dunia melalui proses yang disebut globalisasi. Kediktatoran komunis di Timur dan kediktatoran militer di Dunia Ketiga telah tumbang, dan dinding-dinding yang dulu mereka bangun untuk merintangi gagasan, manusia dan barang ikut roboh bersama mereka. Sebaliknya, kita telah menyaksikan penyebaran gagasan, dan penerimaannya secara luas, bahwa kreativitas manusia tidak dapat disentralisir, bahwa dia hanya bisa dikembangkan dengan menyediakan kebebasan kepada warga negara untuk menentukan nasibnya sendiri, berkarya, berpikir, dan bekerja.
Kapitalisme berarti tidak ada seorang pun menjadi korban dari koersi orang lain. Kita dapat menahan diri untuk tidak menandatangani suatu kontrak atau perjanjian bisnis tertentu jika kita menginginkan pilihan lain. Satu-satunya cara menjadi kaya di pasar bebas adalah dengan memberi orang lain sesuatu yang dihasratinya, sesuatu yang untuk itu orang tersebut bersedia membayar secara sukarela. Kedua belah pihak dalam sebuah pertukaran bebas harus sepakat bahwa masing-masing akan mendapat keuntungan dari peristiwa tersebut; jika tidak demikian, tidak akan terjadi kesepakatan. Ekonomi, oleh karena itu, bukanlah suatu simbiosis parasitisme atau semacam zero-sum game—keadaan yang menguntungkan satu pihak tetapi merugikan pihak lain.
Semakin besar pendapatan seseorang di ekonomi pasar, semakin besar yang telah dilakukannya dalam menawarkan apa yang dibutuhkan orang lain. Bill Gates dan Madonna meraup jutaan dolar bukan dengan mencuri. Masing-masing mereka mendapatkannya dengan menawarkan peranti lunak dan musik yang oleh banyak orang dianggap layak-beli. Dalam pengertian ini, mereka sebenarnya pelayan kita. Perusahaan dan individu berupaya keras mengembangkan barang yang lebih baik, dan mencari cara yang lebih efisien untuk menyediakannya, demi memenuhi kebutuhan kita.
Alternatifnya, bagi pemerintah, adalah merenggut sumber daya yang kita miliki dan kemudian memutuskan perilaku jenis apa yang akan direstuinya. Di sini satu-satunya pertanyaannya adalah: mengapa pemerintah dianggap lebih tahu daripada kita sendiri tentang apa yang kita mau dan apa yang kita anggap penting dalam hidup.
Dalam perekonomian pasar harga dan laba berfungsi sebagai sistem sinyal yang dengannya pekerja, pewirausaha, dan penanam modal dapat menentukan arah. Mereka yang ingin memeroleh gaji besar atau laba tinggi harus mencari celah ekonomi yang memungkinkan mereka menyediakan kebutuhan orang lain. Pajak eksesif dan pengarahan berlebihan akan menyelewengkan sistem sinyal dan insentif tersebut. Pengendalian harga bersifat merusak karena hal itu langsung mendistorsi sinyal harga yang diperlukan. Jika harga dikendalikan pemerintah—jika harga dipaksakan lebih rendah daripada harga pasar, seperti yang dilakukan Pemerintah terhadap bisnis apartemen di New York—akibatnya timbul kelangkaan. Orang akan mempertahankan apartemen yang dimilikinya meskipun ia tidak sedang membutuhkannya dan sekalipun orang lain bersedia membayar lebih untuk dapat menggunakan apartemen itu.
Karena tidak boleh menaikkan harga sewa, para pemilik apartemen menganggap kurang menguntungkan untuk menanamkan modal mereka dengan membeli bangunan baru, dan perusahaan perumahan tidak lagi mendirikan bangunan baru. Akibatnya: terjadilah kelangkaan perumahan. Sebaliknya, jika pemerintah menetapkan harga dasar—yaitu dengan sengaja menawarkan harga barang lebih tinggi daripada harga pasar, seperti yang dilakukan banyak pemerintahan terhadap hasil-hasil pertanian—akan terjadi keberlimpahan. Ketika Uni Eropa menetapkan harga yang lebih tinggi bagi bahan-bahan makanan daripada harga pasar, orang-orang dalam jumlah lebih besar akan terjun ke dunia pertanian, yang selanjutnya akan mengakibatkan kelebihan produksi dan penyiaan sumber daya.
Kapitalisme juga mengharuskan agar orang diperbolehkan menyimpan sumber daya yang ia peroleh dan ciptakan. Jika Anda menanam investasi untuk jangka waktu lama, sementara orang lain menikmati sebagian terbesar dari keuntungannya, maka kemungkinan besar Anda akan berhenti melakukannya. Perlindungan terhadap hak milik persis terletak di jantung perekonomian kapitalis. Kepemilikan tidak hanya berarti bahwa seseorang berhak atas buah dari jerih payahnya, melainkan juga bahwa orang tersebut bebas memanfaatkan sumber dayanya tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu dari pihak berwenang.
Kapitalisme memungkinkan orang menjelajahi sendiri batas-batas ekonomi. Ini bukan berarti bahwa siapa saja yang bekerja di pasar mesti lebih pintar daripada birokrat. Tetapi setiap pelaku pasar berhubungan langsung dengan celah khusus mereka di pasar, dan dengan menanggapi fluktuasi harga, ia memiliki masukan-balik langsung tentang penawaran dan permintaan. Perencana sentral di birokrasi tidak akan pernah mampu mengumpulkan semua informasi dari semua bidang; pun mereka tidak akan termotivasi oleh informasi tersebut. Seorang pelaku pasar tidak lebih pintar dari birokrat, tetapi sejuta pelaku pasar tentunya lebih pintar. Jutaan cara berbeda yang ditempuh dalam menentukan pemanfaatan terbaik terhadap sumber daya, umumnya akan lebih baik daripada usaha atau solusi tunggal yang tersentralisir.
Jika pemerintah memutuskan agar semua sumber daya diarahkan pada pertanian kolektif tertentu dan kemudian ternyata gagal, seluruh masyarakat akan terpengaruh secara ekonomi dan, dalam skenario terburuk, akan kelaparan. Namun, jika sekelompok orang membuka usaha pertanian sejenis dan lalu gagal, hanya mereka sajalah yang merasakan dampaknya, dan kelebihan produksi di suatu pasar berarti bahwa dampak tersebut tidak akan separah bencana kelaparan. Masyarakat membutuhkan percobaan dan inovasi seperti ini untuk dapat berkembang; namun, pada saat yang sama, risikonya harus dibatasi agar masyarakat secara keseluruhan terlindung dari ancaman bahaya yang disebabkan oleh kesalahan segelintir orang. Di sinilah terletak kebajikan pengambilan keputusan dan tanggungjawab individu.
Tanggungjawab dan kebebasan pribadi amat penting dalam kapitalisme. Politisi dan birokrat yang menangani sejumlah besar dana untuk tujuan investasi infrastruktur atau kampanye pencalonan diri sebagai tuan rumah Olimpiade tidak bekerja di bawah tekanan yang sama, dalam membuat keputusan rasional mereka, dengan yang dialami wirausahawan dan penanam modal. Jika politisi dan birokrat tersebut membuat kesalahan, sehingga misalnya biaya yang dibutuhkan lebih besar daripada pendapatan, yang harus membayar tagihannya bukanlah mereka. Orang-orang yang memiliki hak-milik pribadi akan bertindak berdasarkan rencana jangka panjang atas kesadaran bahwa bahwa mereka sendirilah yang kelak memeroleh keuntungan (dan menanggung biayanya) atas tindakan mereka. Ini adalah inti perekonomian kapitalis—manusia menyisihkan sebagian nilai yang dimilikinya agar dapat menciptakan nilai yang lebih besar di masa depan. Kita pun melakukan hal serupa, menciptakan “modal manusia” ketika mencurahkan sebagian waktu dan energi untuk mendapatkan pendidikan yang baik, yang akan meningkatkan potensi pendapatan kita dalam jangka panjang. Dalam perekonomian, ini berarti bahwa, alih-alih menjalani hidup “Senin-Kamis”, kita menyisihkan sebagian sumber daya yang kita miliki dan sebagai balasannya kita mendapatkan bunga atau keuntungan dari orang lain, siapapun itu, yang dapat menggunakan sumber daya tersebut secara lebih efisien daripada kita sendiri.
Tabungan dan investasi membawa perekonomian ke tingkat lebih tinggi karena hal-hal ini dapat membiayai peralatan baru dan struktur organisasi baru, untuk menciptakan angkatan kerja yang lebih produktif. Organisasi penting karena orang dapat memproduksi jauh lebih banyak melalui kerjasama sukarela daripada dengan bekerja sendirian. Seorang tukang yang bekerja sendirian mungkin membutuhkan waktu seminggu untuk membuat sebuah kursi; namun jika ia terampil dalam membuat kerangka kayu, dan jika ia bekerjasama dengan seorang tukang cat dan seorang penjahit alas kursi, kerjasama mereka mungkin hanya membutuhkan satu hari untuk membuat sebuah kursi. Dengan peralatan modern, yang juga merupakan sebuah hasil spesialisasi dan kerjasama, mereka dapat membuat seratus kursi sehari, yang akan memperbesar nilai tenaga kerja mereka.
Kemajuan teknologi memungkinkan mesin baru menghasilkan barang jenis lama dengan harga lebih rendah, sehingga barang-barang baru serta temuan-temuan baru akan semakin tersedia bagi orang banyak. Sebagai akibat dari perbaikan produktivitas yang berlangsung terus-menerus melalui pembagian kerja dan pemutakhiran teknologi, nilai satu jam kerja saat ini lebih besar daripada 25 jam kerja pada pertengahan abad ke-19. Para pekerja, sebagai konsekuensinya, kini diganjar 25 kali lipat dari yang sejawat mereka dapatkan waktu itu, dalam bentuk upah yang lebih baik, kondisi kerja yang lebih baik, dan jam kerja yang lebih pendek. Ketika nilai tenaga kerja seseorang meningkat, semakin banyak pula perusahaan yang ingin membelinya. Untuk mendapatkannya, perusahaan tersebut harus menaikkan upah dan meningkatkan lingkungan kerjanya. Namun, jika upah mengalami kenaikan lebih cepat daripada produktivitas melalui perundangundangan dan sistem perjanjian melalui serikat kerja, maka sejumlah pekerjaan harus dihapuskan, sebab nilai masukan dari pekerja tidak sepadan dengan apa yang mesti di bayar pemilik perusahaan. Dalam kasus ini, “surplus” yang tercipta melalui harga dasar upah adalah dalam bentuk pengangguran.
Politisi dapat menciptakan upah yang tampak seolah naik dengan mempercepat laju inflasi, persis seperti yang dulu dilakukan para politisi Swedia untuk waktu yang lama. Namun, oleh sebab nilai uang mengalami penurunan, kenaikan-kenaikan tersebut hanyalah ilusi. Hanya pertumbuhan dan produktivitaslah yang dapat menaikkan upah riil dalam jangka panjang.
Semua sistem politik dan ekonomi membutuhkan aturan; ini berlaku bahkan untuk kapitalisme yang paling liberal sekalipun, yang memprasyaratkan keberadaan seperangkat aturan tentang kepemilikan sah, penulisan kontrak, penyelesaian sengketa, dan banyak hal lainnya. Perangkat aturan ini kerangka penting yang diperlukan agar pasar dapat beroperasi dengan lancar. Namun ada pula perangkat aturan yang menghambat operasi ekonomi pasar—yakni peraturan-peraturan yang memerinci bagaimana seseorang dapat memanfaatkan hak-miliknya dan yang menyulitkan orang tersebut, ketika ingin memulai usaha tertentu, misalnya melalui keharusan untuk mendapatkan izin atau aturan-aturan yang membatasi harga dan transaksi bisnis.
Peraturan-peraturan semacam itu umumnya memberikan kekuasan yang lebih besar terhadap perekonomian kepada para pejabat pemerintah yang bukan merupakan bagian darinya dan yang tidak mempertaruhkan uang milik mereka sendiri. Mereka menambah beban berat kepada para pencipta kemakmuran. Di tingkat federal saja, para pengusaha Amerika harus memahami lebih dari 134.000 halaman peraturan, ditambah pula dengan 4.167 aturan lain yang baru dikeluarkan oleh berbagai badan berwenang pada 2002 saja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa semakin banyak orang enggan mewujudkan gagasan mereka dalam bentuk kegiatan wirausaha.
Aturan-aturan seperti itu juga berbahaya dalam cara lain. Ketika peraturan merintangi aktivitas yang sifatnya harus dilakukan, sejumlah besar waktu perusahaan—yang sebenarnya dapat dicurahkan untuk kegiatan produksi—dihabiskan untuk memenuhi, atau menghindari, aturan. Jika beban ini ternyata terlalu berat untuk ditanggung, orang akan memilih bergabung dalam ekonomi informal, dan dengan demikian mereka tidak kehilangan perlindungan hukum dalam kesepakatan-kesepakatan bisnis mereka. Banyak perusahaan akan menggunakan sumber daya yang mereka miliki—yang sebenarnya dapat mereka gunakan untuk investasi—untuk membujuk para politisi supaya menyelaraskan aturan dengan kebutuhan bisnis mereka.
Banyak juga yang akan tergoda untuk menempuh jalan pintas, dan sebagai balasan dari pelicin yang mereka terima, para birokrat akan menuruti keinginan mereka, khususnya di negara-negara miskin di mana gaji rendah dan sistem peraturan, kurang-lebih, kacau. Cara termudah untuk terus menerus membuat korup sebuah bangsa adalah dengan mengharuskan setiap warganegaranya untuk memeroleh izin-izin birokratis sebelum berproduksi, sebelum berinvestasi, sebelum mengimpor, sebelum mengekspor. Sebagaimana dikatakan oleh filsuf Cina Lao Tzu lebih dari dua setengah milenium yang silam: “Semakin banyak aturan disahkan, semakin banyak pencuri dan bandit yang muncul.”
Jika tujuannya adalah mendapatkan aturan yang tidak memihak dan pejabat yang “bersih”, tidak ada cara ampuh lain selain deregulasi secara besar-besaran. Amartya Sen berpendapat bahwa perjuangan melawan korupsi merupakan alasan sempurna bagi negara-negara berkembang untuk menderegulasi perekonomian mereka, sekalipun jika hal tersebut tidak memberi manfaat ekonomi lain.
SUMBER:
- James Gwartney dan Robert Lawson, peny., Economic Freedom of the World 2001 (Vancouver: Fraser Institute, 2001)
- Sen 1999, h. 276
- Clyde Wayne Crews, Ten Thousand Commandments: An Annual Snapshot of the Federal Regulatory State (Washington: Cato Institute, 2003)
0 Response to "Inikah Kapitalisme? Memahami Kapitalisme dalam Kapitalisme Global"
Post a Comment