Makalah Sosiologi Lingkungan
Manusia Perancang Keberlanjutan Lingkungan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya lingkungan dipandang sebagai mahkluk yang sejajar dengan dunia manusia yang harus dihormati, namun hal ini selalu terjadi penympangan tindakan manusia dalam memperjuangkan lingkungan sehingga perlu adanya perancang keberlanjutan lingkungan. Merancang keberlanjutan lingkungan bisa dikatakan renungan para penghuni bumi dan adanya kesadaran terhadap lingkungan tentang nasib bumi. Demi menegakkan hak-hak asasi lingkungan maupun hak-hak asasi alam.
Mengenai hak asasi alam adalah suatu permasalahan yang menarik untuk dibicarakan, karena secara konsepual, persoalan ini cukup controversial karena selama ini etika dan paham plitik kita sangat antroposentris sehingga dianggap hanya manusia yang mempunyai hak. Bahkan pemahaman ini diterima sebagai benar dengan sendirinya tanpa pernah digugat: mengapa hanya manusia yang mempunyai hak? Memang, dalam perspektif etika barat yang antroposentris seperti yag berlaku hinga sekarang, alsan yang sudah umum diketahui adalah hak asasi merupakan sebuah konsep moral, sehingga hanya berlaku untuk manusia. Maka, aneh kalau dikatakan, apalagi diklaim, bahwa alam pada umumya dan binatang serta tumbuhan khususnya, mempunyai hak yang harus dihargai dan dijamin. Hak yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.
1.2 Rumusan Masalah
Tujuan penuisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui serta memahami dan bisa menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan dalam merancangnya keberlanjutan lingkungan dan diharapkan dengan adanya penulisan ini mampu memberi manfaat kepada para pembaca.
BAB II KAJIAN PERPUSTAKAAN
2.1 Pemahaman Konseptual
Dalam kehidupan sosial tidak terlepas dari persoalan lingkungan, lingkungan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan memerlukan perhatiannya terhadap lingkungan sosialnya sendiri. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa lingkungan social merupakan Lingkungan yang terdiri dari orang-orang, baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia.
Pertama, mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik buruknya lingkungan memiliki ketergantungan pada perilaku individu terhadap lingkungan. Jadi individu bisa melakukan peran penting untuk menyelamatkan lingkungan.
Kedua, bahwa kerusakan lingkungan tidak lepas dari pola struktur social dan sistem social dimana terbentuk individu dan kelompok yang saling berinteraksi.
Kegagalan pembangunan di Indonesia menurut Rachmad K.Dwi Susilo tidak terlepas dari persoalan berikut ini:
Fritjof Capra menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan adalah masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai sejenis pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan dilain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal diantara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber-sumber tersebut (Ignas Kleden).
Ada beberapa hal yang dipertaruhkan dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu :
4.1 Kesimpulan
Manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan merupakan sesuatu yang sangat ppenting dalam menjalani kehidupan, disini manusia harus meiliki kesadaran atas kerusakan lingkunga. Yang mana manusia selalu berurusan dengan lingkungan dalam aktifitas sehari-hari, tidak hanya keuntungan saja yang didapatkan oleh manusia akan tetapi harus ada keuntungan juga yang didapatkan oleh lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya lingkungan dipandang sebagai mahkluk yang sejajar dengan dunia manusia yang harus dihormati, namun hal ini selalu terjadi penympangan tindakan manusia dalam memperjuangkan lingkungan sehingga perlu adanya perancang keberlanjutan lingkungan. Merancang keberlanjutan lingkungan bisa dikatakan renungan para penghuni bumi dan adanya kesadaran terhadap lingkungan tentang nasib bumi. Demi menegakkan hak-hak asasi lingkungan maupun hak-hak asasi alam.
Mengenai hak asasi alam adalah suatu permasalahan yang menarik untuk dibicarakan, karena secara konsepual, persoalan ini cukup controversial karena selama ini etika dan paham plitik kita sangat antroposentris sehingga dianggap hanya manusia yang mempunyai hak. Bahkan pemahaman ini diterima sebagai benar dengan sendirinya tanpa pernah digugat: mengapa hanya manusia yang mempunyai hak? Memang, dalam perspektif etika barat yang antroposentris seperti yag berlaku hinga sekarang, alsan yang sudah umum diketahui adalah hak asasi merupakan sebuah konsep moral, sehingga hanya berlaku untuk manusia. Maka, aneh kalau dikatakan, apalagi diklaim, bahwa alam pada umumya dan binatang serta tumbuhan khususnya, mempunyai hak yang harus dihargai dan dijamin. Hak yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana langka-langkah yang dilakukan dalam merancang keberlanjutan lingkungan?
Tujuan penuisan karya ilmiah ini yaitu untuk mengetahui serta memahami dan bisa menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan dalam merancangnya keberlanjutan lingkungan dan diharapkan dengan adanya penulisan ini mampu memberi manfaat kepada para pembaca.
BAB II KAJIAN PERPUSTAKAAN
2.1 Pemahaman Konseptual
Dalam kehidupan sosial tidak terlepas dari persoalan lingkungan, lingkungan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan memerlukan perhatiannya terhadap lingkungan sosialnya sendiri. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa lingkungan social merupakan Lingkungan yang terdiri dari orang-orang, baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia.
Persoalan lingkungan yang terjadi seharusnya ada penanganan yang serius oleh masyarakat itu sendiri karena pada dasarnya ada hubungan timbal balik antara lingkungan dan masyarakat, seperti halnya lingkungan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan spiritual manusia. Bagi manusia, lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya, olehnya lingkungan tempat beradanya manusia menentukan seperti apa bentukan manusia yang ada di dalamnya.
Dengan persoalan yang memiliki hubungan timbal balik tersebut maka manusia perlu melakukan upaya-upaya dalam merancang keberlanjutan lingkungan agar terwujudnya lingkungan yang di inginkan dan dapat memberi manfaat bagi manusia itu sendiri serta dapat memperjuangkan hak asasi alam.
2.1.2 Manusia Perancang Keberlanjutan Lingkungan
Merancang keberlanjutan lingkungan perlu kedaran yang serius dari manusia dalam merenungkan tentang nasib lingkungan yang akan berlanjut kegenerasi mendatang. Merancang keberlanjutan lingkungan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh manusia dan tindakan ini memandang lingkungan sebagai mahkluk yang sejajar dengan dunia manusia, sehingga harus dihormati.
Dengan persoalan yang memiliki hubungan timbal balik tersebut maka manusia perlu melakukan upaya-upaya dalam merancang keberlanjutan lingkungan agar terwujudnya lingkungan yang di inginkan dan dapat memberi manfaat bagi manusia itu sendiri serta dapat memperjuangkan hak asasi alam.
2.1.2 Manusia Perancang Keberlanjutan Lingkungan
Merancang keberlanjutan lingkungan perlu kedaran yang serius dari manusia dalam merenungkan tentang nasib lingkungan yang akan berlanjut kegenerasi mendatang. Merancang keberlanjutan lingkungan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh manusia dan tindakan ini memandang lingkungan sebagai mahkluk yang sejajar dengan dunia manusia, sehingga harus dihormati.
Seperti yang dikatakan oleh Iwan Abdulrachman bahwa ‘kita bagian dari lingkungan atau alam’. Lingkungan dengan manusia merupakan pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Allah SWT menciptakan pohon untuk berhubungan dengan manusia. Pohon memproduksi oksigen, sementara manusia memproduksi karbondioksida. Artinya manusia dan lingkungan harus saling membantu. Biasanya manusia yang memulai buruknya dengan lingkungan, tidak heran bila lingkungan pun akan membalasnya (republika, 9 juli 2006).
2.2 Kerangka Teoritis
Dalam persoalan lingkungan untuk merancangkan keberlanjutan lingkungan maka tentu manusia perlu menjaga alam untuk menjaga hak asasi alam. Berikut ini ada beberapa hal yang masuk akal bahwa alam mempunyai hak asai, yaitu :
Pertama, Aldo Leopold telah memulai upaya untuk merintis perluasan ketiga dari etika. Etk dipahami hanya berlaku untuk manusia bebas, bahkan lebih sempit lagi manusia laki-laki yang bebas. Etika tidak berlaku bagi budak, apalagi budak perempuan. Ini berarti, budak tidak mempunyai hak yag harus dijamin oleh majikannya. Ia hanya barang milik majikan yang boleh digunakan sesuka hati majikan. Konsekuensi lebih jauh, hanya majikan, yitu pelaku moral, yang mempunyai hak. Karena sebagai barang milik majikan, budak tidak bisa menuntut balik perlakun tertentu dari majikan. Yang ada, kalau memang ada, hanya kebaikan hati majikan. Padahal, inipun dinafikan karena etika, yang mengajarkan kebaikan hati tersebut, hanya berlaku diantar orang-orang bebas, di antara para majikan laki-laki.
Dari etika fase pertama ini, sejarah umat manusia menunjukan bahwa manusia kemudian menyadari bahwa pemahaman etika seperti itu sangat keliru. Manusia mulai menyadari bahwa semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama dan sama-sama orang bebas (free and equal beinga). Sejalan dengan penghapusan budak, yang dianggap sebagai sebuah praktik yang tidak manusiawi dan tidak bermoral, muncul kesadaran bahwa semua orang sebenarnya sama status moralnya, sehingga harus diperlakukan sama secara moral. Ini sebuah kesadaran yang baru sama sekali pada Abad Pertengahan.
Leopold, dan semua penganut teori etika lingkungan biosentrisme dan ekosentrisme, meneruskan perluasan yang sama untuk mencapai perluasan etika tahap berikutnya mencakup komunitas biotis dan ekologis seluruhnya. Dengan perluasan ini, etika tidak hanya dianggap berlaku bagi komunitas manusia melainkan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis seluruhnya.
Konsekuensi logisnya, kalau argument mengenai perluasan pemberlakuan etika ini diterima sebagai masuk akal, maka harus pula diterima bahwa yang disebut hak asasi harus juga berlaku untuk semua anggota komunitas biotis, semua makhluk hidup. Jadi, hak asasi idak hanya dimiliki oleh manusia, sebagai sebuah spesies khusus, melainkan dimiliki oleh semua makhluk hidup di dalam komunitas biotis tersebut. Sama seperti budak dan perempuan, semula dianggap idak mempunyai hak asasi, tetapi dengan perluasan pemberlakuan etika, diakui mempunyai hak asasi, demikian pula semua makhluk hidup lain. Sebagaimana dikatakan singer, demi konsistensi argumentasi dan perlakuan moral, mau tidak mau harus diterima bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak asasi.
Tentu saja, sebagaimana dulu ketka baru mulai terjadi perluasan pemberlakuan etika tahap kedua, terjadi penolakan luar biasa dan dianggap aneh bahw budak dan perempuan mempunyai hak asasi yang sama dnga majikan dan laki-laki, argument inipun tentu di anggap aneh. Aneh bahwa bintang dan tumbuhan mempunyai hak asasi yang sama dengan manusia.
2.2 Kerangka Teoritis
Dalam persoalan lingkungan untuk merancangkan keberlanjutan lingkungan maka tentu manusia perlu menjaga alam untuk menjaga hak asasi alam. Berikut ini ada beberapa hal yang masuk akal bahwa alam mempunyai hak asai, yaitu :
Pertama, Aldo Leopold telah memulai upaya untuk merintis perluasan ketiga dari etika. Etk dipahami hanya berlaku untuk manusia bebas, bahkan lebih sempit lagi manusia laki-laki yang bebas. Etika tidak berlaku bagi budak, apalagi budak perempuan. Ini berarti, budak tidak mempunyai hak yag harus dijamin oleh majikannya. Ia hanya barang milik majikan yang boleh digunakan sesuka hati majikan. Konsekuensi lebih jauh, hanya majikan, yitu pelaku moral, yang mempunyai hak. Karena sebagai barang milik majikan, budak tidak bisa menuntut balik perlakun tertentu dari majikan. Yang ada, kalau memang ada, hanya kebaikan hati majikan. Padahal, inipun dinafikan karena etika, yang mengajarkan kebaikan hati tersebut, hanya berlaku diantar orang-orang bebas, di antara para majikan laki-laki.
Dari etika fase pertama ini, sejarah umat manusia menunjukan bahwa manusia kemudian menyadari bahwa pemahaman etika seperti itu sangat keliru. Manusia mulai menyadari bahwa semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama dan sama-sama orang bebas (free and equal beinga). Sejalan dengan penghapusan budak, yang dianggap sebagai sebuah praktik yang tidak manusiawi dan tidak bermoral, muncul kesadaran bahwa semua orang sebenarnya sama status moralnya, sehingga harus diperlakukan sama secara moral. Ini sebuah kesadaran yang baru sama sekali pada Abad Pertengahan.
Leopold, dan semua penganut teori etika lingkungan biosentrisme dan ekosentrisme, meneruskan perluasan yang sama untuk mencapai perluasan etika tahap berikutnya mencakup komunitas biotis dan ekologis seluruhnya. Dengan perluasan ini, etika tidak hanya dianggap berlaku bagi komunitas manusia melainkan juga bagi komunitas biotis atau komunitas ekologis seluruhnya.
Konsekuensi logisnya, kalau argument mengenai perluasan pemberlakuan etika ini diterima sebagai masuk akal, maka harus pula diterima bahwa yang disebut hak asasi harus juga berlaku untuk semua anggota komunitas biotis, semua makhluk hidup. Jadi, hak asasi idak hanya dimiliki oleh manusia, sebagai sebuah spesies khusus, melainkan dimiliki oleh semua makhluk hidup di dalam komunitas biotis tersebut. Sama seperti budak dan perempuan, semula dianggap idak mempunyai hak asasi, tetapi dengan perluasan pemberlakuan etika, diakui mempunyai hak asasi, demikian pula semua makhluk hidup lain. Sebagaimana dikatakan singer, demi konsistensi argumentasi dan perlakuan moral, mau tidak mau harus diterima bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak asasi.
Tentu saja, sebagaimana dulu ketka baru mulai terjadi perluasan pemberlakuan etika tahap kedua, terjadi penolakan luar biasa dan dianggap aneh bahw budak dan perempuan mempunyai hak asasi yang sama dnga majikan dan laki-laki, argument inipun tentu di anggap aneh. Aneh bahwa bintang dan tumbuhan mempunyai hak asasi yang sama dengan manusia.
Sebagaimana dulu-bagaimana mungkin memahami dan menerima bahwa budak dan perempuan mempunyai hak asasi yang sama-reaksi sama yangmunkin muncul adalah bagaimana mungkin memahami dan menerima bahwa binatang dan tumbuhan mempunyai hak asasi yang sam dengan manusia. Sebagaimana dikatakan Paul Taylor, “Mungkin argument yang paling sering di ajukan untuk membuktikan bahwa binatang dan tumbuhan tidak mempunyai hak moral (atau hak asasi) adalah binatang dan tumbuhan tidak bisa memiliki hak tersebut karena kalau mereka memilikinya, hal itu tidak bisa dipahami. Menurut pendapat ini, berbicara mengenai hak moral binatang dan tumbuhan adalah membingungkan secara konseptual, atau lebih keras lagi, secara logis absurd.”
Terlepas dari kemungkinan akan adanya reaksi semacam itu, akan tiba masanya-mungin sekian abad kemudian sebagaimana dibutuhkan sekian abad untuk menerima bahwa budak dan perempuan mempunyai hak asasi yang sama dengan majikan dan laki-laki –di mana hak asasi alam akhirnya bisa di terima sebagai ha yang masuk akal dan pantas. Mungkin juga waktu yang di butuhkan itu akan lebih cepat dari perkembangan pemberlakuan terhadap etika tahap kedua, mengingat kemajuan kesadaran manusia modern sekarang ini. Berbagai gerakan menuntut “Animal Libertion” dan hak binatang telah bermunculan, dan kiranya akan tiba saatnya di mana hak asasi alam akan menjadi agenda politk internasional.
Kedua,alam,khsusya mahluk hidup selain manusia tidak bisa dikatagorikan sebagai pelaku moral. Akan tetapi, mahluk hidup –dalam pengertian sebagaimana dipahami Naess dan DE-adalah subyek moral yang menuntut kewajiban dan tanggung jawab tertentu dari pelaku m moral, dalam hal ini manusia yang mampu menggunakan kemampuan moralnya. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa sebagai subyek moral, semua mahluk hidup tanpa terkecuali mempunyai hak asasi untuk dihargai daan dijamin oleh pelaku moral.
Terhadap argument ini, muncul sanggahan bahwa argumentasi tersebut tidak bisa dipertahankan. Karena, konsep dan klaim mengenai hak asasi mengenai beberapa hal. Pertama si subyek itu sendiri secara sadar mengklaim itu dan mempertahankan dari pelanggaran oleh pihak lain untuk mengakui dan menghormati. Ini jelas tidak terpenuhi untuk mahluk hidup diluar manusia, karena mereka sendiri tidak mengklaimnya, tidak mempertahankan, apalagi menuntut piak lain untuk menghormati.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Langkah-langkah dalam Merancang Keberlanjutan Linngkungan
3.1.1 Melembagakan Kembali Kearifan-kearifan Lokal Tradisional
George Sessions menyatakan bahwa sebelum tekhnologi dan bisnis besar mengambil alih, yang disusul kemudian kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam minuman melebihi pertambangan dari tanah agrikultur, petani-petani (baik wilayah barat maupun tmur) telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah. Mereka berpikir bahwa berinteraksi dengan alam bukanlah harus berlawanan kepentingan, tetapi aktivitas yang saling mengisi.
Terlepas dari kemungkinan akan adanya reaksi semacam itu, akan tiba masanya-mungin sekian abad kemudian sebagaimana dibutuhkan sekian abad untuk menerima bahwa budak dan perempuan mempunyai hak asasi yang sama dengan majikan dan laki-laki –di mana hak asasi alam akhirnya bisa di terima sebagai ha yang masuk akal dan pantas. Mungkin juga waktu yang di butuhkan itu akan lebih cepat dari perkembangan pemberlakuan terhadap etika tahap kedua, mengingat kemajuan kesadaran manusia modern sekarang ini. Berbagai gerakan menuntut “Animal Libertion” dan hak binatang telah bermunculan, dan kiranya akan tiba saatnya di mana hak asasi alam akan menjadi agenda politk internasional.
Kedua,alam,khsusya mahluk hidup selain manusia tidak bisa dikatagorikan sebagai pelaku moral. Akan tetapi, mahluk hidup –dalam pengertian sebagaimana dipahami Naess dan DE-adalah subyek moral yang menuntut kewajiban dan tanggung jawab tertentu dari pelaku m moral, dalam hal ini manusia yang mampu menggunakan kemampuan moralnya. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa sebagai subyek moral, semua mahluk hidup tanpa terkecuali mempunyai hak asasi untuk dihargai daan dijamin oleh pelaku moral.
Terhadap argument ini, muncul sanggahan bahwa argumentasi tersebut tidak bisa dipertahankan. Karena, konsep dan klaim mengenai hak asasi mengenai beberapa hal. Pertama si subyek itu sendiri secara sadar mengklaim itu dan mempertahankan dari pelanggaran oleh pihak lain untuk mengakui dan menghormati. Ini jelas tidak terpenuhi untuk mahluk hidup diluar manusia, karena mereka sendiri tidak mengklaimnya, tidak mempertahankan, apalagi menuntut piak lain untuk menghormati.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Langkah-langkah dalam Merancang Keberlanjutan Linngkungan
3.1.1 Melembagakan Kembali Kearifan-kearifan Lokal Tradisional
George Sessions menyatakan bahwa sebelum tekhnologi dan bisnis besar mengambil alih, yang disusul kemudian kualitas pertanian barat menjadi merosot dalam minuman melebihi pertambangan dari tanah agrikultur, petani-petani (baik wilayah barat maupun tmur) telah memiliki empati yang sama atas tanah-tanah. Mereka berpikir bahwa berinteraksi dengan alam bukanlah harus berlawanan kepentingan, tetapi aktivitas yang saling mengisi.
Seperti panen misalnya yang menikmati dan bersenang-senang dan binatang dijadikan sahabat yang harus dihormati hak-haknya. Namun dalam permasalahan tanah terjadinya kesalahan dalam penggunaannya untuk mementingkan suatu kepentingan pasar yang tidak lelahnya mendikte ekstraksi sumber daya alam. Dengan kata lain ilmu modern tidak bisa merumuskan hubungan yang harmonis antara alam dengan manusia.
Pentingnya untuk melembagakan kembali kearifan-kearifan local tradisional dikarenakan dapat membantu penyelamatan lingkungan. Dikarenakan hal ini bisa memberikan fungsi positif kepada masyarakat. Bruce Mitchell dkk menyatakan bahwa kearifan-kearifan local tradisional tidak terdapat dimasyarakat perkotaan yangtelah mengalami modernisasi atau industrialisasi. Sistem pengetahuan lokal yang terdapat dalam masyarakat local dengan karakteristik sebagai berikut:
Pentingnya untuk melembagakan kembali kearifan-kearifan local tradisional dikarenakan dapat membantu penyelamatan lingkungan. Dikarenakan hal ini bisa memberikan fungsi positif kepada masyarakat. Bruce Mitchell dkk menyatakan bahwa kearifan-kearifan local tradisional tidak terdapat dimasyarakat perkotaan yangtelah mengalami modernisasi atau industrialisasi. Sistem pengetahuan lokal yang terdapat dalam masyarakat local dengan karakteristik sebagai berikut:
- Keturunan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat.
- Kelompok orang yang memiliki bahasa, tradisi, budaya, dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan.
- Selalu diasosiasikan dengan berapa tipe kondisi ekonomi masyarakat.
- Keturunan masyarakat pemburu, nomadic dan lading berpindah.
- Masyarakat dengan hubungan social yang selalu menekankan pada kelompok pengambilan kesepakatan melalui kesepakatan dan pengelolaan sumber daya alam yang komunal.
Dengan membangkitkan kearifan lokal maka akan terwujudnya salah satu langkah kita untuk menjaga lingkungan dan meredam watak eksploitatif manusia atas alam.
3.1.2 Mewaspadai Modernisasi dan Kemunculan Masyarakat Berisiko (The Risk Society)
Beberapa kalangan menyatakan bahwa kita sedang memasuki era modern yakni dimana masyarakat menuju ke proses kemajuan yang ditandai dengan akal-akal yang berbeda dengan masyarakat sebelumya. Perbedaan ditandai dengan:
Dalam tulisan lain dinyatakan bahwa dua sisi resiko yaitu sisi negative dan positif muncul sejak awal masyarakat industry modern. Risiko adalah dinamika penggerak masyarakat yang cenderung berubah, yang ingin menentukan masa depannya sendiri ketimbang menyerahkannya pada agama, tradisi, atau perlakuan alam.
The Risk Society telah terjadi sekarang ini dimana desa-desa telah berubah menjadi kota, yang ditandai dengan berubahnya lahan-lahan resapan air dipegunungan menjadi hunian komersial. Berdirinya villa dan penjualan kayu dihutan secara besar-besaran sebagai devisa dengan mengorbankan paru-paru bumi itu menjadi gundul, serta eksploitasi air secara besar-besaran dikorbankan demi menopang industry pariwisata.
Ulrich Beck seorang sosiolog jerman kotemporer juga memperjelas apa yang dimaksud resiko, penjelasannya bahwa masyarakat berisiko itu di identifikasi dalam tiga garis besar, yaitu: krisi ekologi, krisis ekonomi global, dan krisis jaringan teroris internasional. Gagasan tentang resiko dijelaskkan secara sistematis sebagai berikut:
Beberapa kalangan menyatakan bahwa kita sedang memasuki era modern yakni dimana masyarakat menuju ke proses kemajuan yang ditandai dengan akal-akal yang berbeda dengan masyarakat sebelumya. Perbedaan ditandai dengan:
- Perkembangan masyarakat dibawah kendali ilmu, teknologi, dan pemikiran rasional. Manusia sudah mampu mengendalikan alam dan tidak lagi menyadarkansebagian besar hidup pada kekuatan supranutural.
- Perkembangan pesat masyarakat menuju kondisi semakin mengglobal.
- Gerak dan corak masyarakat harus dijelaskan sesuai konteks global.
Dalam tulisan lain dinyatakan bahwa dua sisi resiko yaitu sisi negative dan positif muncul sejak awal masyarakat industry modern. Risiko adalah dinamika penggerak masyarakat yang cenderung berubah, yang ingin menentukan masa depannya sendiri ketimbang menyerahkannya pada agama, tradisi, atau perlakuan alam.
The Risk Society telah terjadi sekarang ini dimana desa-desa telah berubah menjadi kota, yang ditandai dengan berubahnya lahan-lahan resapan air dipegunungan menjadi hunian komersial. Berdirinya villa dan penjualan kayu dihutan secara besar-besaran sebagai devisa dengan mengorbankan paru-paru bumi itu menjadi gundul, serta eksploitasi air secara besar-besaran dikorbankan demi menopang industry pariwisata.
Ulrich Beck seorang sosiolog jerman kotemporer juga memperjelas apa yang dimaksud resiko, penjelasannya bahwa masyarakat berisiko itu di identifikasi dalam tiga garis besar, yaitu: krisi ekologi, krisis ekonomi global, dan krisis jaringan teroris internasional. Gagasan tentang resiko dijelaskkan secara sistematis sebagai berikut:
- Risiko bisa tidak terlihat (invisible), tidak bisa diubah dan didasarkan pada interpretasi kausal.
- Risiko diproduksi oleh manusia lewat sumber-sumber kekayaan dalam masyarakat industry.
- Risiko berhubungan dengan masyarakat yang mencoba melepaskan tradisi dan pengetahuan masa lalu dengan menganggap bernilai dan berharga perubahan-perubahan masa depan.
- Risiko tidak dibatasi oleh tempat dan waktu.
- Risiko dan kelas tidak terpisah.a
Pendekatan Sistem dalam Pengelolaan Lingkungan
Meminjam dari konsepsi tentang relasi individu-sistem dari sosiolog Amerika Talcott Parsons bahwa upaya penyelamatan lingkungan bisa dilihat melalui dua pendekatan.
Meminjam dari konsepsi tentang relasi individu-sistem dari sosiolog Amerika Talcott Parsons bahwa upaya penyelamatan lingkungan bisa dilihat melalui dua pendekatan.
Pertama, mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik buruknya lingkungan memiliki ketergantungan pada perilaku individu terhadap lingkungan. Jadi individu bisa melakukan peran penting untuk menyelamatkan lingkungan.
Kedua, bahwa kerusakan lingkungan tidak lepas dari pola struktur social dan sistem social dimana terbentuk individu dan kelompok yang saling berinteraksi.
Kegagalan pembangunan di Indonesia menurut Rachmad K.Dwi Susilo tidak terlepas dari persoalan berikut ini:
- Aspek agama.
- Aspek hokum
- Aspek politik
- Aspek pendidikan
- Aspek ekonomi.
Fritjof Capra menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan adalah masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai sejenis pembangunan yang disatu pihak mengacu pada pemanfaatan sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan dilain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal diantara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber-sumber tersebut (Ignas Kleden).
Ada beberapa hal yang dipertaruhkan dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu :
- Daya dukung sumber daya dan solidaritas transgenerasi dimana mengajarkan kita agar bersikap adil atas masa depan kehidupan manusia
- Sumber alam, terutama udara, air dan tanah memiliki ambang batas.
- Kualitass lingkungan berkolerasi langsung dengan kualitas hidup.
- Pola penggunaan sumber daya alam masa kini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain dimasa mendatang
- Mengandaikan slidaritas transgenerasi.
4.1 Kesimpulan
Manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan merupakan sesuatu yang sangat ppenting dalam menjalani kehidupan, disini manusia harus meiliki kesadaran atas kerusakan lingkunga. Yang mana manusia selalu berurusan dengan lingkungan dalam aktifitas sehari-hari, tidak hanya keuntungan saja yang didapatkan oleh manusia akan tetapi harus ada keuntungan juga yang didapatkan oleh lingkungan.
Manusia dan lingkungan merupakan sesuatu yang memiliki hubungan timbal balik, yang saling bermanfaat antara satu sama lain, manusia dan lingkungan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan maka oleh karena itu perlu adanya menunaikan hak-hak lingkungan atau hak-hak asasi alam. Hak-hak asasi alam inilah salah satu terwujudnya keberlanjutan lingkungan yang di pertahankan oleh manusia.
Dalam merancang keberlanjutan, manusia perlu melakukan beberapa hal, yaitu:
Dalam merancang keberlanjutan, manusia perlu melakukan beberapa hal, yaitu:
- Melembagakan kembali kearifan-kearifan lokal tradisional,
- Mewaspadai modernisasi dan kemunculan masyarakat berisiko,
- Mengampanyekan sustainable society.
4.2 Saran-saran
Saran dari penulis, sebaiknya kita sama-sama menjaga lingkungan agar tetap berlanjut ke masa yang mendatang, dimana seperti dikatakan oleh Talcott parsons bahwa kerusakan lingkungan didasarkan oleh tindakan individu itu sendiri. Jadi demi menegakkan keberlanjutan lingkungan kita perlu ikut berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan kita dari sekarang. Jagalah tindakan kita supaya tidak merusak lingkungan.
Daftar Pustaka
Saran dari penulis, sebaiknya kita sama-sama menjaga lingkungan agar tetap berlanjut ke masa yang mendatang, dimana seperti dikatakan oleh Talcott parsons bahwa kerusakan lingkungan didasarkan oleh tindakan individu itu sendiri. Jadi demi menegakkan keberlanjutan lingkungan kita perlu ikut berpartisipasi dalam menyelamatkan lingkungan kita dari sekarang. Jagalah tindakan kita supaya tidak merusak lingkungan.
Daftar Pustaka
- Giddens, Anthony. Runaway World : bagaimana globalisasi merombak kehidupan kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2001
- Capra, Fritjof. The Hidden Connectiion: Strategi Sistemik Untuk Melawan Kapitalisme Baru. Yogyakarta: Jalasutra, 2003
- Beck, Ulrich. The Cosmopolitan Society and Its Enemies.dalam Theory. Culture and society.London: Sage, 2002.
- Susilo, Rachmad K. “Penelitian Pola-pola Gerakan Lingkungan untuk Menyelamatkan Hutan (Studi Eksploratif tentang Pola-pola Gerakan Lingkungan untuk menyelamatkan Hutan-hutan dikota Batu.” Malang).Malang: Lemlit UMM (tidak diterbitkan), 2003.
0 Response to "Makalah Sosiologi Lingkungan"
Post a Comment