Sosiologi Ekonomi Bab 10 : Ekonomi Moral dan Rasional
Friday, 26 February 2021
Ekonomi Moral,
ekonomi rasional,
Rasional,
ringkasan,
sosiologi,
sosiologi ekonomi
Edit
Ringkasan Sosiologi Ekonomi Bab 10
EKONOMI MORAL DAN EKONOMI RASIONAL
A.Tindakan ekonomi
Menurut Portes (1995:3), para sosiolog ekonomi sepakat bahwa tindakan tindakan ekonomi merujuk pada kemampuan dalam dan penggunaan sarana-sarana yang langka. Semua aktifitas yang diperlukan produksi, distribusi,dan konsumsi dari barang-barang dan jasa-jasa langka, secara konvensional, dipandang sebagai ekonomi.aktor dalam ekonomi memiliki seperangkat pilihan dan preferensi yang telah tersedia dan stabil. Tindakan aktor bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan (individu) dan keuntungan (perusahaan).
Tindakan tersebut dipandang rasional secara ekonomi. Adapun aktor dalam sosiologi dipandang memiliki beberapa kemungkinan tipe tindakan ekonomi, yaitu tindakan ekonomi rasional, terdisional, dan spekulatif-irasional (weber 1978).
Tindakan tersebut dipandang rasional secara ekonomi. Adapun aktor dalam sosiologi dipandang memiliki beberapa kemungkinan tipe tindakan ekonomi, yaitu tindakan ekonomi rasional, terdisional, dan spekulatif-irasional (weber 1978).
Sementara para ekonomi neo klasik tidak memberikan tempat bagi yang oleh sosiologi dinamakan tindakan ekonomi tradisional. Para sosiolog melihat tindakan ekonomi dapat sebagai suatu bentuk dari tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan suatu tindakan individu yang memiliki arti atau makna (meaning) subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan orang lain.
Tindakan ekonomi dikontruksikan secara sosial, sebab tindaskan ekonomi pada umumnya tidak berada di ruang hampa sosial. Namun sebaliknya, ia dibangun, dipertahankan,dan di bubarkan pada ruang sosial. Tindakan ekonomi yang diorientasikan secara sosial pada masyarakat yang sering pula diperbincangkan dalam dunia akademik adalah ekonomi moral dan ekonomi rasional.
Tindakan ekonomi dikontruksikan secara sosial, sebab tindaskan ekonomi pada umumnya tidak berada di ruang hampa sosial. Namun sebaliknya, ia dibangun, dipertahankan,dan di bubarkan pada ruang sosial. Tindakan ekonomi yang diorientasikan secara sosial pada masyarakat yang sering pula diperbincangkan dalam dunia akademik adalah ekonomi moral dan ekonomi rasional.
B. Ekonomi Moral
Tindakan ekonomi dalam masyarakat yamng berhubungan dengan ekonomi moral, tidak hanya dihadapi oleh komunitas petani, tetapi juga oleh komunitas pedagang.
Ekonomi moral petani
James C. Scott menjelaskan tindakan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Asia Tenggara. Dalam bukunya The Moral Economy of the Peasant: rebellion and subsistence in Southeast Asia, scott melihat tindakan ekonomi perdesaan di Asia tnggara berbeda dari tindakan ekonomi yang ada pada masyarakat barat.
Scott mendefinisikan ekonomi moral sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi dan definisi kerja mereka tentang eksploitasi-pandangan mereka tentang pungutan-pungutan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditoleransi mana yang tidak dapat. Dalam mendefinisi ekonomi moral, menurut scott, petani akan memerhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka.
Etika subsistensi merupakan perspektif dimana petani yang tipikal memandang tuntutan yang tidak dapat dielakan atau sumber daya yang dimilikinya dari pihak sesame warga desda,tuan tanah, atau pejabat.
Etika subsitensi tersebut, berdasarkan pandangan scott, muncul dari kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan dan merupakan konsekuensi dari satu kehidupan yang begitu dekat dengan garis batas dari krisis subsistensi.
Kebanyakan rumah tangga petani hidup begitu dekat dengan batas-batas subsistensi dan menjadi sasaran-sasaran permainan alam serta tuntutan-tuntutan dari pihak luar, maka mereka meletakkan etika subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip safety first (dahulukan selamat). Hal ini ditujukan oleh kebanyakan pengaturan teknis,sosial,dan moral dalam masyarakat ini dilatarbelakangi oleh prinsip dahulukan selamat. Dalam bercocok tanam misalnya mereka berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupan mereka dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko.
Dari sudut pandang ekonomi moral petani, subsistensi itu sensdiri merupakan hak, oleh sebab itu ia sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan kaum kaum yang miskin mempunyai hak sosial atas subsistensi. Oleh karena itu setiap tuntutan terhadap p[etani dari pihak tuan tanah sebagai elite desa atau Negara tidaklah adil apabila melanggar kebutuhan subsistensi. Pandangan moral ini mengandung makna bahwa kaum elit tidak boleh melanggar cadangan sunsistensi kaum miskin pada musim baik dan memenuhi kewajiban moralnya yang positif untuk menyediakan kebutuhan hidup pada musim jelek.
Norma resiprositas merupakan rumus moral sentaral bagi p[erilaku anatar-individu,antara petani dan sesama warga desa, petani dan tuan tanah, petani dan Negara. Prinsip moral ini berdasarkan gagasan bahwa orang harus membantu atau paling tidak jangan merugikannya, prinsip itu mengandung arti bahwa satu hadiah atau jasa yang diterima menciptakan, bagi penerima satu kewajiban timbale balik untuk membalas satu hadiah atau jasa dengan nilai setidak-tidaknya sebanding dikemudian hari. Ini berari bahwa kewajiban untuk membalas budi merupakan suatu prinsip moral yang paling utama yang berlaku bagi hubungan baik pihak-pihak sederajat maupun yang tidak sederajat.yanga hubungan sederajat ini dinmaksud antara petani dan sesama warga desa.
keamanan subsistensi dan pilihan dan tata nilai petani, james telah meletakkan dasar stratifikasi sosial masyarakat atas tingkat keamanan subsistensi mereka, bukan pada penghasilan mereka. Karena penghasilan sangat rawan terhadap guncangan krisis subsistensi. Scott meletakkan pada petani pemilik lahan pada lapisan atas karena mereka memiliki sarana subsistensi, meski kecil, yang karenanya subsistensi mereka padat terjamin. Pada lapisan kedua adalah petani penyewa. Keaman subsistensi mereka dijamin oleh tuan tanah yang menjadi patron mereka. Adapun lapisan terbawahnya yaitu buruh. Meskipun penghasilan mereka mungkin lebih tinggi dari pada petani pemilik lahan kecil dan petani penyewa, tetapi mereka lebih rawan terhadap guncangan krisis subsistensi. Mereka tidak punya lahan pertanian dan tidak punya patron pelindung subsistensi.
Berdasrkan prinsip etika subsistensi yaitu semua keluarga dalam desa akan dijamin subsistensi minimalnya selama sumber-sumber daya yang dikuasai oleh warga desa memungkinkannya, maka dengan demikian berarti bahwa setiap warga mempunyai asuransi risiko terhadap krisis subsistensi.
Pertumbuhan Negara colonial dan komersialisasi pertanain yang membawa masyarakat petani ke dalam ekonomi dunia telah memperumit dilemma keterjaminan subsistensi kaum petani. Hal ini disebabkan sekurang-kuranfgnya oleh lima cara:
1. Ketidakstabilan yang bersumber dari pasar
Ekonomi pasar yang diperkenalkan ke dalam masyarakat petani tidak hanya berlingkup pasar setempat (local) tetapi juga pasar duniua. Pada pasar dunia berhubungtan antara hasil panen setempat dan harga terputus. Dengan kata lain, naik turunnya harga terlepas dari permkintaan-penawaran setempat. Dengan demikian, bisa saja terjadi hasil panen yang kecil menghasilkan harga per unit yang besar sama halnya dengan hasil panen yang besar karena harga perunit nya kecil. Hal ini disebabkan karena terputusnya antara permintaan local dan harga.
2. Perlindungan desa yang semakin lemah
Terjadi erosi dalam pemberiamn perlindundunganb dan pemikul risiko oleh kelompok kerabat dan pada nilai desa, karena terjadi perubahan structural seperi berkurangnya sumberdaya yang dimiliki oleh lelompok kerabat maupun desa secara bersama (komunal) dan diperkenalkannya hokum positif colonial sebagai pengganti hokum-hukum positif kononial sebagai pengganti hokum-hukum yang diwarisi secara turun-temurun (tradisi).
3. Hilangnya sumber daya subsistensi sekunder
Tanah milik desa dimana para wasga mengembalakan ternak dan hutan milik desa dimana petani mengambilk kayu bakar bukan lagi milik komunal masyarakat desa, tetapi sudah menjadi suatu komersial dan seseorang yang memanfaatkannya harus bayar pajak.
4. Buruknya hubungan keras agraris
Ditandai dengan perubahan sifat peran tuan tanah dari paternalistic dan pelindung menjadi impersoanal dan kontraktual. Tuan tanah bukan lagio pemilkul resiko dimasa sulity tetapi menjadi tukang pungut uang sewa tetap, bukan hanya dilakukan pada musim baik tetapi juga pada musim buruk.
5. Negara kolonial yang semakina ekstensif dan intensif dalam memungut pajak
Bukan hanya pajak kepala tanah, yang pernah di pungut oleh pemerintah tradisional prakolonial, tetapi juga diperluas kepada akltivitas yang berkaitan dengan subsistensi seperti pajak perahu, pajak garam, dan seterusnya. Selain itu juga dengan kemampuan birokrasi yang rapi baik mulai kertas maupun senapan membuat petani tidak berdaya untuk menolak membayar pajak, seperti ketika masa prakolonial mereka bisa menolak dengan melarikan diri ke daerah lain dengan meminta perlindungan kepada raja dimana tempat melarikan diri tersebut dilakukan.
Ketidak berdayaan kaum tani untuk mempertahankan subsistensinya diperburuk oleh depresi pada tahun 1930. Depresi nmenyebabkan harga beras jatuh telah sampai separuh bahkan sampai seperempat dari harga sebelumnya, tariff upah merosot tajam, dan volume lapangan kerja menyusut. Disis lain kaum tani menhadapi pengeluaran penting yang tidak dapat ditawarkan lagi berupa pajak kepala, pajak tanah, utang-utang, dan sewa tanah yang besarnya tidak berubah atau sedikit berkurang. Masalah yang paling dominan adalah pajak yang dipungut oleh Negara. Beban pajak yang terlalu berat berkombinasi dengan tekanan demografis dan demontrasi terhadap pengurangan pajak dikalanmgan petani.
Pemberontakan tidak akan muncul apabila:
- Penggalangan bentukj setempat dari suatu usaha swadaya, misalnya saling membantu arisan dan lain-lain.
- Pengandalan pada sector bukan tani seperti migrasi ke kota menjadi penarik becak dan pembantu rumah tangga.
- Pengandalan pada bentuk-bentuk patronase dan bantuan yang didukung oleh Negara misalnya penetapan batas maksimum sewa tanah dan redistribusi tanah.
- Pengandalan pada struktur proteksi, serta bantuan bersifat keagamaan dan oposisi seperti penggalangan yang dilakukan oleh partai komunis Indonesia (PKI).dengan memberikan bantuan kepada petani miskin untuk menarik simpati petani untuk ikut ke dalam aktivitas mereka pada masa Orde Lama, misalnya.
Ekonomi Moral pedagang
Pedangang cenderung terperangkap di tengah dan dalam hal ini bisa disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak hanya menangung resiko kerugian secara ekonomi tetapi juga terhadap diskriminasi dan kemarahan petani. Menghadapi dilemma seperti itu, para pedagang dalam masyarakat petanin telah mencoba mengatasinya dengan cara-cara mereka sendiri. Ever telah menemukan lima solusi atau jalan keluar yang berbeda yang dilakukan oleh para pedagang menghadapi dilemma tersebut yaitu:
- Imigrasi Pedagang Minoritas. Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etnogenesis, yaitu munculnya identitas etnis baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya tersebut secara efektif dapat mengurangi dilemma pedagang.
- Pembentukan kelompok-kelompok etnis atau Religius munculnya dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar batas-batas moral.
- Akumulasi status kehormatan (modal budaya) Kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh santri member dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki.
- Munculnya perdagangan kecil dengan cirri ada uang ada barang. Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di jawa.
- Depersonalisasi (ketidaklekatan) hubunga-hubungan Ekonomi
Dari kelima solusi terhadap dilemma pedagang yang diajukan tersebut terlihat bahwa perdagangan mensyaratkan adanya solidaritas di antara pedagang dan juga mensyaratkan adanya jarak sosial dan budaya terhadap pelanggan.
C. Ekonomi Rasional
Ekonomi moral meliuhat bahwa pasar merupakan ancaman terhadap tatanan desa yang harmonis dan komunal serta yang memberikan jaminan subsistensi. Oleh sebab ityu, menurut ekonomi moral, jika petani masuk ke dalam pasar dengan menjual produkpertanian mereka atau tenaga kerja mereka karena ada sesuatu yang memaksa dari suatu kekuatan yang berada diluar mereka. Penjelasan tersebut, menurut ekonomi rasional, mengabaikan kenyataan bahwa pasar memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Pasar telah menyebabkan petani menghadapi ketidakpastian yang baru dan berbeda-beda, namun pasar menyediakan kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh lembaga lain seperti harga yang stabil dan pasokan makanan yang lebih banyak.
Ekonomi moral melihat pemberontakan terjadi karena adanya gangguan terhadap subsistensi petani yang disebabkan oleh adanya kolonialisme dan pasar yang kapitalistik. Pandangan tersebut di tolak oleh ekonomi rasional karena bagi petani, pemberontakan dilihat sebagai gerakan untuk merebut masa depan yang lebih baik. Suatu pemberontakan dilakukan tidak secara membabi buta, sebaliknya dilaksanakan dengan perhitungan yang matang bahwa mereka yakin akan memperoleh manfaat yang menguntungkan dimasa akan datang.
0 Response to "Sosiologi Ekonomi Bab 10 : Ekonomi Moral dan Rasional"
Post a Comment