Inilah Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Friday, 8 November 2019
budaya korupsi,
ilmu sosial,
korupsi,
koruptor,
negara,
perilaku korupsi,
sosiologi
Edit
Sejarah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Fenomena korupsi sebenarnya sudah lama ada dalam masyarakat. Akan tetapi, sejak perang dunia kedua berakhir baru fenomena korupsi ini menarik perhatian dunia. Sebenarnya masalah korupsi ini sangat berbahaya dalam kalangan masyarakat karena dapat menghancurkan jaringan sosial yangvtida langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensinya suatu bangsa.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sangat parah, sehingga dapat mengubah semua tatanan sosial masyarakat dan semua lembaga-lembaga tertinggi negara seperti dewan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Korupsi hampir terjadi dimana-mana, mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi sekalipun yang diberi kepercayaan dan wewenang tetapi banyak yang menyelewengkan. Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia membutuhkan penanganan yang cukup besar, dan juga membutuhkan kemauan politik yang sangat besar serta dari pemerintah yang berkuasa. Pemberantasan korupsi ini tercermin dari peraturan perundang-undang yang dilahirkan pada pemerintahan tertentu.
Secara garis besar, korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri. Korupsi juga merupakan bentuk kejahatan yang merugikan negara. Tindak pidana korupsi merupakan suatu masalah yang sangat serius yang perlu mendapatkan perhatian karena dapat membahayakan stabilitas dan keamananan negara dan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak dapat dikendalikan akan membawa berbagai bencana terutama pada perekonomian nasional bahkan pada kehidupan dalam bermasyarakat. Ada beberapa upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang dilaku¬kan sejak kemerdekaan, baik menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada maupun dengan mem¬bentuk peraturan perundang-undangan baru. Hal tersebut dilakukan secara khusus dalam mengatur mengenai pem¬berantasan tindak pidana korupsi.
Adapun peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi yaitu :
1. Delik korupsi dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
KUHP yang diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1918 merupakan suatu warisan Belanda. Ini adalah kodifikasi dan unifikasi yang berlaku bagi semua golongan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi, diundangkan dalam Staatblad 1915 Nomor 752 berdasarkan KB 15 Oktober 1915. KUHP telah mengatur banyak perbuatan korupsi, dan kemudian pengaturan tersebut diikuti dan ditiru oleh pembuat undang-undang pemberantasan korupsi hingga sekarang ini.
Dengan demikian terbuka suatu jalan lapang untuk menerapkan hukum pidana yang sesuai dan selaras dengan tata hidup masyarakat Indonesia mengingat KUHP yang kita miliki sudah tua dan sering diberi merek kolonial. Delik korupsi yang ada dalam KUHP meliputi delik jabatan dan delik yang ada kaitannya dengan delik jabatan. Sesuai dengan sifat dan kedudukan KUHP, dan delik korupsi yang diatur di dalamnya masih berupa kejahatan biasa saja.
2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor Prt/ Peperpu/013/1950
Ada pendapat yang menyatakan bahwa korupsi itu disebabkan oleh buruknya peraturan yang ada dan dikenal sejak dulu. Peraturan yang secara khusus mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Peraturan pemberantasan korupsi penguasa perang pusat nomor prt/peperpu/013/1950, yang kemudian diikuti dengan peraturan penguasa militer tanggal 9 april 1957 nomor prt/pm/06/1957, tanggal 27 mei 1957 nomor prt/pm/03/1957, dan tanggal 1 juli 1957 nomor prt/pm/011/1957.
Ada pembagian korupsi kedalam 2 perbuatan yaitu:
- Korupsi sebagai perbuatan pidana yaitu Perbuatan seseorang karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran yang kemudian dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain. Dan badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian suatu negara bahkan daerah.
- Korupsi sebagai perbuatan lainnya yaitu Perbuatan seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain. Bahkan suatu badan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau daerah.
3. Undang-Undang No 24 (PRP) tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi
Dengan lahir undang-undang nomor 24 tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang pada mulanya berbentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang. perubahan utama dari peraturan penguasa perang pusat ke dalam undang-undang ini adalah diubahnya istilah perbuatan menjadi tindak pidana. akan tetapi undang-undang ini dianggap terlalu ringan dan menguntungkan tertuduh mengingat pembuktiannya lebih sulit.
4. Undang-Undang No 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dalam periode 1970-an Presiden membentuk Komisi 4 dengan maksud agar segala usaha memberantas korupsi dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Komisi 4 ini terdiri dari beberapa orang yaitu Wilopo, S.H., I.J. Kasimo, Prof. Ir. Johannes, dan Anwar Tjokroaminoto.
Adapun tugas dari Komisi 4 ini adalah:
- Mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan dan hasil-hasil yang telah dicapai dalam pemberantasan korupsi.
- Memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijaksanaan yang masih diperlukan dalam pemberantasan korupsi.
5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Ketidakpuasan rakyat atas kekuasaan orde baru selama hampir 32 tahun, tumbuh keinginan untuk menyusun tatanan kehidupan baru menuju masyarakat madani yang berkembang di Indonesia. Keinginan tersebut dimulai dengan disusunnya seperangkat peraturan perundang-undangan yang dianggap lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya.
6. Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Dalam undang-undang yang diatur pengertian kolusi sebagai tindak pidana, yaitu adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara negara, atau antara penyelenggara negara dan pihak lain, yang merugikan orang lain, masyarakat, dan Negara. Sedangkan tindak pidana nepotisme didefinisikan sebagai perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.
7. Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ada dua alasan lahirnya pemberantasan tindak pidana korupsi nomor 31 tahun 1999 yaitu : pertama, bahwa seiring dengan bergulirnya orde reformasi dianggap perlu meletakkan nilai-nilai baru atas upaya pemberantasan korupsi, dan kedua undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 3 tahun 1971 dianggap sudah terlalu lama dan tidak efektif lagi.
Dengan adanya pembentukan undang-undang baru ini diyakini akan melahirkan suatu gebrakan baru. Terutama dengan diamanfaatkannya pembentukan suatu komisi pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai suatu instrumen baru pemberantasan korupsi. Masyarakat berharap bahwa undang-undang baru ini akan lebih tegas dan efektif, namun pembuat undang-undang membuat beberapa kesalahan mendasar yang mengakibatkan perlunya dilakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 ini. Ada beberapa kelemahan dari undang-undang ini yaitu:
- Ditariknya pasal-pasal perbuatan tertentu dari KUHP sebagai tindak pidana korupsi dengan cara menarik nomor pasal.
- Adanya pengaturan mengenai alasan penjatuhan pidana mati berdasarkan suatu keadaan tertentu yang dianggap berlebihan dan tidak sesuai dengan semangat penegakan hukum.
- Tidak terdapatnya aturan peralihan yang secara tegas menjadi jembatan antara undang-undang lama dengan undang-undang baru, hal mana menyebabkan kekosongan hukum untuk suatu periode atau keadaan tertentu.
8. Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 merupakan undang-undang yang lahir semata untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan undang-undang terdahulu. Beberapa kelemahan dari undang-undang tersebut kemudian direvisi di dalam undang-undang baru.
Lahirnya undang-undang nomor 30 tahun 2002 merupakan suatu amanat dari undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang menghendaki dibentuknya suatu komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. kewenangan luar biasa yang tidak dimiliki oleh Kepolisian dan Kejaksaan tetapi dimiliki KPK adalah kewenangan melakukan penyadapan pembicaraan telepon.
KPK juga diberi kewenangan untuk menjadi supervisi bagi Kepolisian dan Kejaksaan, selain ia juga dapat mengambil alih perkara korupsi yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan apabila penanganan suatu perkara oleh kedua institutsi itu dianggap tidak memiliki perkembangan yang signifikan.
9. Undang-undang No 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003
Korupsi semakin merajarela sekarang bukan hanya di Indonesia tetapi juga diseluruh dunia. Hal tersebut terbukti dengan adanya United Nation Convention Against Corruption atau UNCAC sebagai hasil dari Konferensi Merida di Meksiko tahun 2003. Akibat dari keprihatinan tehadap wabah korupsi maka UNCAC kemudian mengubah tatanan dunia dan mempererat kerjasama pemberantasan korupsi. Beberapa hal baru yang diatur di dalam UNCAC antara lain kerjasama hukum timbal balik (mutual legal assistance), pertukaran (corruption in public sector), pengembalian aset hasil kejahatan (asset recovery), dan lain sebagainya.
10. Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Adanya aturan mengenai peran masyarakat dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 adalah ka¬rena korupsi menyebabkan krisis kepercayaan. Minimnya kepercayaan serta dukungan terhadap pemerintah menyebabkan pemberantsan korupsi tidak berjalan dengan semestinya, padahal tanpa dukungan rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tidak akan berhasil. Oleh sebab itu, jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerin¬tah serta berperan serta dalam pemberantasan korupsi maka korupsi bisa berantaskan dengan semaksimal mungkin.
Peraturan Pemerintah (PP) No 71 tahun 2000 dibentuk untuk mengatur lebih tata cara pelaksanaan peran masyarakat. Sehingga apa yang diatur di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut dapat memberikan hak kepada masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi.
Ada beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP ini yaitu:
- Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.
- Memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.
- Melakukan pengawasan lingkungan.
- Melaporkan adanya gratifikasi.
- Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
- Berani memberi kesaksian.
- Tidak asal lapor atau fitnah.
11. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Seiring dengan perkembangan perundang-undangan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi yang pernah ada dan berlaku di Indonesia. Maka pernah pula dibentuk beberapa lembaga tertentu baik yang secara khusus menangani pemberantasan tindak pidana korupsi, maupun lembaga yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden nomor 127 tahun 1999.
Sumber:
- Nanang T. Puspito, dkk. 2011, Pendidikan anti korupsi untuk perguruan tinggi, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
- Darwan Print, S.H. 2002. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
0 Response to "Inilah Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia"
Post a Comment