Sosiologi Pembangunan : Alternatif Model Pembangunan
Proses pembangunan yang dilaksanakan guna mendapat-kan bentuk perubahan sosial yang tepat adalah suatu upaya yang menenrukan konsep penentuan nasib suatu bangsa. Masyarakat dengan pembangunan butuh penentuan nasib sendiri, kebutuhan dasar manusia, kelangsungan hidup (sustainability) dan pembangunan berdasarkan pertimbangan lain yang bersifat local. Menurut teoretisi mashab alteratif pembangunan nasional haruslah merupakan proses yang endogen, yang didalamnya mencakup suatu proses yang me-miliki kesamaan tertentu dengan teori modernisasi klasik.
Masyarakat dalam teori pembangunan alteratif harus meng-ikuti jalannya pembangunan mereka sendiri yang terdapat dalam kekuatan sejarah masyarakat local, ekologi dan kebu-dayaan mereka sendiri. Suatu pandangan yang sedikit banyak menyimpang dari teori pembangunan formal pada ting-kat abstraksi yang tinggi. Menurut Bjorn Hettne (1990), aliran pemikiran ini agak terkucilkan dan menurutnya sesuai dengan semangat penentangan 'bawah-tanah' (underground counterpoint) dalam tradisi pemikiran barat tentang pembangunan. Pemikiran itu muncul sebagai gerakan protes secara berkala menentang teori modernisasi sebagai arus utama (mains-trearn).
Untuk membangun model pembangunan alteratif atau pembangunan lain (an&tlier development) dalam tradisi ber-pikir ilmu ilmu sosial, membutuhkan suatu ketegangan pe-nyusunan konseptual yang secara rutin harus selalu dikritisi sebagai wacana yang terbuka. Dimensi berpikir itu harus dapat dipahami secara lebih baik, lebih bisa diterangkan secara utuh. Dengan demikian teori pembangunan merupakan suatu kesatuan tertentu atau kesepahaman bersama yang akhirnya dapat dicapai kesepakatan. Pembangunan tetap merupakan bidang kajian ilmu sosial yang menarik dan tak bisa » dipisah-pisahkan (indivisible) meskipun juga tidak bisa diper-satukan. Teori pembangunan andaikata mengalami pengka-jian, bukanlah merupakan suatu langkah yang surut, tetapi menjadi sebuah wacana yang harus diperbaiki, disempurna-kan karena merupakan proses belajar yang terus-menerus dan teratur.
Beberapa indikator empiris yang dapat dirunut untuk me-nyatakan bahwa banyak teori pembangunan yang harus di-kembangkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Suatu strategi yang perlu dilakukan secara tepat untuk me-ngelola masyarakat disuatu komunitas wilayah, dengan kebutuhan mereka sendiri, tanpa harus mengubah mereka - menjadi masyarakat lain.
Menurut Huntington (1997), di lingkungan peradaban dunia akan terjadi benturan antar peradaban karena tiga hal pokok : (1) Adanya hegemoni atau arogansi kebudayaan Barat (2) Intoleransi Islam yang membuat peradaban tersendiri yang cukup keras menolak hegemoni kebudayaan barat (3) Adanya fanatisme Konfusionisme yang mulai menggejala didalam lapangan usaha ekonomi dalam kerangka pasar bebas.
Lebih lanjut, Huntington menyebutnya ada enam alasan mengapa terjadi perang antar peradaban dimasa depan, yaitu terjadinya paling tidak ada enam alasan yang menjadi gejala yang tidak dapat terelakkan, diantaranya sebagai berikut:
Pertikaian antar etnis (recurrent patterns) akan kerap tim-bul sebagai fenomena yang sering terjadi, dan model perubahan social yang terjadi dari aspek ini hampir tidak pernah disadari dalam gambaran lengkap dan sejarah perubahan sosial ekonomi disuatu masyarakat. Fenomena ini banyak memakan korban, seperti yang pernah terjadi dimasyarakat Rwanda, Bosnia atau Somalia (Afrika), tetapi fenomena itu menjadi lebih getir lagi ketika timbul pembasmian etnis, seperti yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Sambas di kota Sanggau Ledo (Kalimantan Barat), dan peristiwa Sampit ibu kota Kabupaten Waringin Timur dan Palangka Ray a (Kalimantan Timur).
- Perbedaan antar peradaban tidak hanya riil, tetapi menjadi sangat mendasar, peradaban telah menjadi terdefe-rensiasi oleh perjalanan sejarah umat manusia, perbedaan bahasa, budaya, tradisi dan yang lebih penting lagi adanya perbedaan agama yang mendasari pan-dangan filosofi hidup berbagai komunitas masyarakat.
- Karena kemajuan peradaban manusia lewat peman-faatan teknologi, kondisi lingkungan hidup manusia semakin menyempit, sehingga interaksi antara orang yang berbeda peradaban dan budayanya semakin me-ningkat tajam.
- Proses modernisasi ekonomi yang dijalankan dengan proses pembangunan membuat dunia menjadi menggelobal menyebabkan orang atau masyarakat tercerabut dari identitas local yang sudah berakar sangat dalam, di samping itu ada gejala memperlemah kesatuan negara-bangsa sebagai identitas mereka.
- Tumbuhnya kesadaran peradaban local dan asal yang dimungkinkan karena peran ganda dari budaya barat. Disatu sisi peradaban barat telah mencapai titik pun-caknya, tetapi disisi yang lain peradaban lokal juga mu-lai menguat menampilkan identitas diri yang memban-tu penampilan mereka sebagai sistem fenomena peradaban yang mandiri.
- Karakteristik budaya dan peradaban kurang bisa me-nyatu dibandingkan dengan karakteristik perbedaan politik dan ekonomi yang biasa dapat melakukan kom-promi secara terbuka dan fungsional.
- Regionalisme ekonomi semakin meningkat dalam ke-hidupan masyarakat secara mengglobal.
Pertikaian antar etnis (recurrent patterns) akan kerap tim-bul sebagai fenomena yang sering terjadi, dan model perubahan social yang terjadi dari aspek ini hampir tidak pernah disadari dalam gambaran lengkap dan sejarah perubahan sosial ekonomi disuatu masyarakat. Fenomena ini banyak memakan korban, seperti yang pernah terjadi dimasyarakat Rwanda, Bosnia atau Somalia (Afrika), tetapi fenomena itu menjadi lebih getir lagi ketika timbul pembasmian etnis, seperti yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Sambas di kota Sanggau Ledo (Kalimantan Barat), dan peristiwa Sampit ibu kota Kabupaten Waringin Timur dan Palangka Ray a (Kalimantan Timur).
Sampai sejauh ini tidak ada upaya yang sistematis untuk mence-gahnya (conflict prevention). Perjuangan etnis akhirnya di-lakukan melalui cara-cara 'kekerasan lingkungan' (environmental violence), yakni sebagai proses perubahan lingkungan dan marjinalisasi sumber daya alam secara massif oleh kekuasaan pemerintah pusat, yang mewarisi ketidakadilan dan mengikis habis martabat kebudayaan etnik '"yang merupakan basis kebudayaan local.
Pembahasan tentang pembangunan, merupakan pembicaraan tentang usaha merubah keadaan masyarakat atau proses untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, yang mau tidak mau menuntut kita pada persoalan bagaimana menciptakan suatu keadaan yang sudah ada menjadi keadaan yang lebih baik, karena pembangunan adalah proses multidimensiyang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional. Melalui akselerasi, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pembangunan mencakup beberapa proses didalamnya, mencakup modernisasi, industrialisasi, pertumbuhan ekonomi ( yang lebih menilai manusia sebagai obyek dan alat produksi ), kemudian pada penampakan material saja yang lebih menganggap manusia sebagai obyek dan subyek.
Menurut Peter Berger ada 2 model pembangunan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas hidup orang `Dunia Ketiga`. Model tersebut adalah Kapitalisme dan Sosialisme. Yang sama-sama tidak berasal dari Dunia Ketiga sendiri, namun digunakan di Dunia Ketiga. Di sini masing-masing model pembangunan dilandaskan pada mitos-mitos tertentu tentang masyarakat masa depan seperti apa yang lebih baik dan usaha apa yang perlu dilakukan untuk mencapainya.
1) Model kapitalisme.
Model kapitalisme lebih dilandaskan pada ide pertumbuhan khususnya ekonomi. Anggapannya pertumbuhan yang tinggi menjamin pencapaian masyarakat yang lebih baik di kemudian hari, dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, persainganpun ditekankan. Hasil yang ada memang tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kebebasan dalam masyarakat, tetapi ketimpangan dalam masyarakatpun dapat terjadi.
Pembahasan tentang pembangunan, merupakan pembicaraan tentang usaha merubah keadaan masyarakat atau proses untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, yang mau tidak mau menuntut kita pada persoalan bagaimana menciptakan suatu keadaan yang sudah ada menjadi keadaan yang lebih baik, karena pembangunan adalah proses multidimensiyang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional. Melalui akselerasi, pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Sisi lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pembangunan mencakup beberapa proses didalamnya, mencakup modernisasi, industrialisasi, pertumbuhan ekonomi ( yang lebih menilai manusia sebagai obyek dan alat produksi ), kemudian pada penampakan material saja yang lebih menganggap manusia sebagai obyek dan subyek.
Menurut Peter Berger ada 2 model pembangunan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas hidup orang `Dunia Ketiga`. Model tersebut adalah Kapitalisme dan Sosialisme. Yang sama-sama tidak berasal dari Dunia Ketiga sendiri, namun digunakan di Dunia Ketiga. Di sini masing-masing model pembangunan dilandaskan pada mitos-mitos tertentu tentang masyarakat masa depan seperti apa yang lebih baik dan usaha apa yang perlu dilakukan untuk mencapainya.
1) Model kapitalisme.
Model kapitalisme lebih dilandaskan pada ide pertumbuhan khususnya ekonomi. Anggapannya pertumbuhan yang tinggi menjamin pencapaian masyarakat yang lebih baik di kemudian hari, dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, persainganpun ditekankan. Hasil yang ada memang tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kebebasan dalam masyarakat, tetapi ketimpangan dalam masyarakatpun dapat terjadi.
Dimana yang kuat posisinya dalam usaha pertumbuhan lebih mampu menikmati hasil pertumbuhan ekonomi, sedangkan yang berkedudukan lemah kurang berkesempatan meningkatkan kualitas kehidupannya.
2) Model Sosialisme.
Model sosialisme lebih memusatkan perhatian pada kekuatan politik sebagai saran pencapaian masyarakat yang lebih baik di masa depan, yakni masyarakat yang egaliter. Secara umum, model sosialisme beranggapan bahwa pencapaian masyarakat seperti itu tidak bisa tercapai karena masyarakat Dunia Ketiga selama ini dieksploitasi oleh masyarakat industri maju.
2) Model Sosialisme.
Model sosialisme lebih memusatkan perhatian pada kekuatan politik sebagai saran pencapaian masyarakat yang lebih baik di masa depan, yakni masyarakat yang egaliter. Secara umum, model sosialisme beranggapan bahwa pencapaian masyarakat seperti itu tidak bisa tercapai karena masyarakat Dunia Ketiga selama ini dieksploitasi oleh masyarakat industri maju.
Hubungan diantara keduanya lebih menguntungkan pihak kedua (elite ekonomi) daripada pihak pertama. Sosialisme menekankan bahwa pemerataan harus dilaksanakan terlebih dahulu, yaitu prasyarat pembangunan masyarakat egaliter, masyarakat yang manusiawi.
Menurut Berger Pembangunan itu mau tidak mau pasti membawa korban (pengorbanan), maka Berger tidak menganjurkan model mana yang harus dipakai di Dunia Ketiga. Menurutnya model yang lebih baik adalah model yang sesedikit mungkin menimbulkan korban, khususnya korban manusia.
Ketika bicara tentang kebijaksanaan pembangunan, secara khusus ada 2 hal pula yang harus kita perhatikan; nilai yang pertama adalah calculus of pain, sedangkan yang kedua, calculus of meaning. Calculus of painberhubungan dengan penderitaan fisik dan material yang dialami manusia dalam proses pembangunan, jadi pembangunan selayaknya meningkatkan kualitas kehidupan fisik manusia. Dalam hubungan ini tidak dapat diterima jika pembangunan hanya meningkatkan kesejahteraan segolongan orang di masyarakat, sementara golongan lainnya yang besar jumlahnya tetap berada dalam keadaan melarat dan bahkan kian melarat dengan dilaksanakannya pembangunan; berbagai barang dan jasa produksi pembangunan harus bisa dinikmati oleh seluruh warga masyarakat.
Nilai yang ke dua yaitu calculus of meaning bahwa dalam perumusan kabijaksanaan pembangunan, makna merupakan hal yang penting artinya dalam kehidupan manusia. Manusia baik secara individual maupun kolektif memberikan makna terhadap realitas sosial yang dihadapinya. Dan berdasarkan makna atau definisi situasi itulah tindakan dilaksanakan.
Berbicara mengenai pembangunan, maka harus pula menyinggung mengenai peningkatan kualitas hidup masyarakat dunia ketiga melalui modernisasi. Sama halnya dengan modernisasi, dalam pembangunan dibutuhkan sikap mental masyarakat yang memiliki kesadaran untuk membangun. Peranan manusia dalam pembangunan sangat menentukan, yaitu sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan. Artinya, manusia berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai obyek yang dibangun.
Selama ini, apabila menyinggung mengenai pembangunan kerap sekali didentikan dengan tren pembangunan kapitalisme liberal. Kapitalisme liberal sendiri, sering disebut sebagai konsep awal yang mengutamakan pembangunan sebagai sarana social change dalam suatu negara.
Konsep pembangunan ala kapitalis liberal, sebenarnya tidak hanya diadopsi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Utara, namun sebetulnya telah lama pula diadopsi oleh negara-negara Amerika Latin sejak era Depresi Ekonomi melanda Amerika dan Eropa tahun 1930. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Chile, ketika berambisi membangun negaranya dengan jalan menjadikan negaranya sebagai negara industri melalui CORFO (1939).
Pada perkembangannya kebijakan pembangunan ala Keynes yang kapitalis liberal dengan beberapa varian seperti yang diterapkan oleh Chile, ternyata memunculkan model kebijakan pembangunan lain yang cenderung berkontradiksi dengan konsep Keynes. Model kebijakan pembangunan itu diantaranya adalah model komunis yang mencapai kejayaannya ketika diterapkan oleh USSR. Pembangunan ala Keynes juga mengundang respon dari beberapa ahli seperti Presbich and Singer.
Secara umum memang pembangunan beresiko, tetapi resiko bisa diperkecil bahkan menjadi hilang (berhasil), apabila pembangunan selalu melibatkan beberapa/banyak unsur untuk pencapaian pembangunan yang adil dan berkesinambungan, kemudian tetap memperhatikan/ mengukur pembangunan yang mengacu pada; kekayaan rata-rata, pemerataan, kualitas kehidupan, kerusakan lingkungan dan keadilan sosial.
Daftar Pustaka:
Menurut Berger Pembangunan itu mau tidak mau pasti membawa korban (pengorbanan), maka Berger tidak menganjurkan model mana yang harus dipakai di Dunia Ketiga. Menurutnya model yang lebih baik adalah model yang sesedikit mungkin menimbulkan korban, khususnya korban manusia.
Ketika bicara tentang kebijaksanaan pembangunan, secara khusus ada 2 hal pula yang harus kita perhatikan; nilai yang pertama adalah calculus of pain, sedangkan yang kedua, calculus of meaning. Calculus of painberhubungan dengan penderitaan fisik dan material yang dialami manusia dalam proses pembangunan, jadi pembangunan selayaknya meningkatkan kualitas kehidupan fisik manusia. Dalam hubungan ini tidak dapat diterima jika pembangunan hanya meningkatkan kesejahteraan segolongan orang di masyarakat, sementara golongan lainnya yang besar jumlahnya tetap berada dalam keadaan melarat dan bahkan kian melarat dengan dilaksanakannya pembangunan; berbagai barang dan jasa produksi pembangunan harus bisa dinikmati oleh seluruh warga masyarakat.
Nilai yang ke dua yaitu calculus of meaning bahwa dalam perumusan kabijaksanaan pembangunan, makna merupakan hal yang penting artinya dalam kehidupan manusia. Manusia baik secara individual maupun kolektif memberikan makna terhadap realitas sosial yang dihadapinya. Dan berdasarkan makna atau definisi situasi itulah tindakan dilaksanakan.
Berbicara mengenai pembangunan, maka harus pula menyinggung mengenai peningkatan kualitas hidup masyarakat dunia ketiga melalui modernisasi. Sama halnya dengan modernisasi, dalam pembangunan dibutuhkan sikap mental masyarakat yang memiliki kesadaran untuk membangun. Peranan manusia dalam pembangunan sangat menentukan, yaitu sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan. Artinya, manusia berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai obyek yang dibangun.
Selama ini, apabila menyinggung mengenai pembangunan kerap sekali didentikan dengan tren pembangunan kapitalisme liberal. Kapitalisme liberal sendiri, sering disebut sebagai konsep awal yang mengutamakan pembangunan sebagai sarana social change dalam suatu negara.
Konsep pembangunan ala kapitalis liberal, sebenarnya tidak hanya diadopsi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Utara, namun sebetulnya telah lama pula diadopsi oleh negara-negara Amerika Latin sejak era Depresi Ekonomi melanda Amerika dan Eropa tahun 1930. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Chile, ketika berambisi membangun negaranya dengan jalan menjadikan negaranya sebagai negara industri melalui CORFO (1939).
Pada perkembangannya kebijakan pembangunan ala Keynes yang kapitalis liberal dengan beberapa varian seperti yang diterapkan oleh Chile, ternyata memunculkan model kebijakan pembangunan lain yang cenderung berkontradiksi dengan konsep Keynes. Model kebijakan pembangunan itu diantaranya adalah model komunis yang mencapai kejayaannya ketika diterapkan oleh USSR. Pembangunan ala Keynes juga mengundang respon dari beberapa ahli seperti Presbich and Singer.
Secara umum memang pembangunan beresiko, tetapi resiko bisa diperkecil bahkan menjadi hilang (berhasil), apabila pembangunan selalu melibatkan beberapa/banyak unsur untuk pencapaian pembangunan yang adil dan berkesinambungan, kemudian tetap memperhatikan/ mengukur pembangunan yang mengacu pada; kekayaan rata-rata, pemerataan, kualitas kehidupan, kerusakan lingkungan dan keadilan sosial.
Daftar Pustaka:
- Pustaka Acuan ; Rapley, John Understanding Development : Theory and Practice in The Third World Boulder : Lynne Rienner Publishers, Inc., 1996.
0 Response to "Sosiologi Pembangunan : Alternatif Model Pembangunan"
Post a Comment